“Perjudian seperti halnya prostitusi. Itu sudah termasuk penyakit masyarakat, dan sekarang tinggal komitmen dari penegak hukum apakah tarik kencang ataukah tidak,” katanya, dilansir dari antara.
Prof. Hibnu juga menyayangkan dalam pemberantasan perjudian seolah tidak ada persamaan di depan hukum (equality) karena sering kali yang dicari adalah pemainnya, bukan bandar atau penyelenggaranya.
“Kalau toh penyelenggara, hanya penyelenggara tingkat middle (menengah, red.), bukan tingkat utama. Ini bagian yang sering kita lihat, pemberantasan tidak equal (setara, red.) terhadap semua, apakah itu pemain, penyelenggara, ataukah bandar,” katanya.
Terkait dengan Konsorsium 303 yang menyeret nama Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo, dia mengakui kasus jaringan perjudian daring itu sempat dianggap oleh masyarakat sebagai pengalihan isu atas kasus utama yang melibatkan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri tersebut.
Dalam hal ini, kata dia, ada rumor terkait dengan Konsorsium 303 yang diduga melibatkan Ferdy Sambo dan sejumlah perwira Polri.
Menurut dia, rumor merupakan suatu hal yang bisa dipercaya atau tidak bisa dipercaya.
Bahkan, sampai menjadi pembicaraan di lembaga politik, termasuk DPR RI, lanjut dia, masyarakat pun menjadi percaya terhadap rumor tersebut.
“Ini menjadikan kita semua bahwa ternyata sebetulnya itu benar atau tidak. Akan tetapi, kalau (pembahasan rumor itu) sampai pada tingkatan lembaga tinggi negara, itu berarti ya ada dugaan ada kebenarannya,” kata Prof. Hibnu.
Kendati demikian, dia mengingatkan kepada Polri untuk tetap masif dan tidak tarik-ulur dalam pemberantasan perjudian agar tindak pidana tersebut bisa benar-benar hilang.(qq)