JAKARTA, (HNN) – Pakar Hukum Pidana Prof Gayus Lumbuun mengungkapkan, bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak bisa serta-merta memutuskan menolak kepulangan 689 WNI eks ISIS hanya lewat rapat terbatas.
Sebab, pengambilan keputusan untuk menolak kepulangan ratusan WNI itu harus melalui proses hukum di pengadilan.
Hal terseut dikatakan Gayus menanggapi wacana ratusan warga negara Indonesia (WNI) eks Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang dikabarkan ingin kembali ke Tanah Air mendapatkan reaksi beragam dari sejumlah pihak.
Bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan gamblang memberikan pernyataannya menolak kepulangan WNI eks ISIS. Namun, kata Jokowi, untuk memutuskan rencana kepulangan eks anggota ISIS itu tentu harus dibahas dalam rapat terbatas bersama jajaran menteri di Kabinet Indonesia Maju.
Mantan hakim Mahkamah Agung (MA) ini juga mendorong pemerintah agar masalah ini ke pengadilan, sehingga mendapatkan putusan yang adil.
“Jadi, nanti hakim yang memutus, mana bisa presiden memutus di dalam ratas. Itu urusan hakim. Jadi, ada keadilan yang dibangun sebagai negara hukum,” ucapnya, Rabu (12/2/2020),
Oleh karena itu, lanjut Gayus, Jokowi selaku kepala negara, mesti melaksanakan ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Adapu dalam Pasal 1 UUD 1945 tertulis, antara lain, negara Indonesia adalah negara hukum. Oleh sebab itu, ia mengaku tak sepakat keputusan yang diambil Presiden dengan menolak pemulangan ratusan WNI eks ISIS itu tanpa melalui proses hukum di pengadilan.
Mantan politisi PDIP itu juga mempertayakan alasan pemerintah menolak pemulangan ratusan WNI eks ISIS itu, salah satunya, untuk melindungi sekitar 267 juta penduduk RI. Akan tetapi, cara melindungi ini harus melalui penegakkan hukum. “Artinya apa? Pemerintah melindungi yang lebih luas daripada 600 orang, betul, tapi 600 (WNI eks ISIS) orang juga ada haknya juga, hak keadilan, hak asasi. Di mana dipilahnya? Di mana diukurnya? Itu di pengadilan,” paparnya.