JAKARTA, Harnasnews – Pesta demokrasi di Indonesia, baik itu pemilihan presiden (pilpres) atau pemilihan kepala daerah (pilkada), setiap kontestan selalu berlomba berburu rekomendasi dari partai sebagai syarat untuk maju sebagai peserta pemilu.
Sementara, untuk mendapatkan surat rekomendasi dibutuhkan “uang mahar politik” dan itu tergolong mahal. Tergantung jumlah kursi yang ada di wilayah tertentu, belum lagi untuk biaya kampanye.
Namun yang menarik untuk dicermati bersama dalam pemilu kali ini, banyaknya kontestan tidak memiliki logistik yang memadai. Sehingga harus mencari pendana atau sponsor (bohir).
Berbagai cara para kontestan itu mendapatkan bohir. Di antaranya dengan berhutang, menggadaikan asetnya. Akibatnya tidak sedikit para kontestan tertipu makelar bohir yang menyesatkan.
Melihat fenomena tersebut, Ketua Dewan Pembina Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara (LPKAN) Wibisono menilai munculnya founder-founder dadakan ini selalu ada di setiap momen pemilu.
Di antaranya dengan berbagai macam cara. Seperti ada calon ditawarkan dana besar namun harus mengeluarkan dana di depan. Karena untuk proses pencairan harus melalui instrumen Bank (Bank garansi) yang nilai nominalnya sangat fantastis di beberapa bank asing.
“Ada juga calon yang ditawari dana besar dengan cara membayar operasional untuk biaya bank (provisi) dengan cara mencairkan dana uang terblokir di bank, deposito dan sebagainya,” ujar Wibi dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan di Jakarta, (23/8/2024).
Lebuh lanjut, ada juga yang memberikan iming-iming dana besar untuk ikut rolling program atau Private placement program (PPP) yang bisa me-rolling instrumen bank (BG) untuk mendapatkan keuntungan (interest) yang sampai 1000% pertahun.
Selanjutnya, kata dia, ada yang bermain instrumen bank atas nama orang tua (harta amanah bung Karno) yang konon ada di Bank UBS Swiss dan sebagainya.
“Saya sendiri mengenal permainan ini sejak tahun 2004, dan awalnya saya percaya aja proses finansial engineering ini, tapi saya belum pernah berhasil dan gagal, semua skema yang saya tulis di atas sudah saya pernah jalani, ternyata semua hanya tipu tipu belaka,” ungkap Wibi.
Oleh karenanya, ia mengimbau kepada para calon kepala daerah yang sekarang berjuang untuk mendapatkan dana dalam berkompetisi pilkada harus merubah pola pikirnya.
“Jangan memakai pola pikirnya “penasaran” tapi pola pikirnya harus pakai logika, mana ada founder atau orang kaya mengedarkan instrumen bank sifatnya rahasia dengan nilai yang fantastis ke publik?, ga masuk akal,” imbaunya.
Dirinya juga berharap para calon kepala daerah tetap bisa berjuang untuk mendapatkan posisinya tanpa mengorbankan harta yang barokah ke cara yang tidak masuk akal ini.
“Selamat berjuang para pemimpin daerah, semoga negara ini tidak dipimpin oleh orang yang menghalalkan segala cara dalam memenangkan pertandingan,” tutup Wibi.