Pelaku UKM di Kota Malang Tangkap Peluang di Tengah Pandemi COVID-19

“Setiap sepatu boots, itu memiliki ukuran berbeda, dan itu mendetil. Lingkar betis masing-masing orang juga berbeda. Kemudian juga ada yang berkebutuhan khusus, seperti kaki yang panjang sebelah, dan lainnya,” ujarnya, dilansir dari antara.

Ia tidak menyangka usaha yang digelutinya tersebut saat ini mulai membuahkan hasil. Selain mampu mempekerjakan lima orang perajin sepatu, perempuan berusia 27 tahun itu saat ini mampu meraup omzet puluhan juta setiap bulan.

Rata-rata omzet yang diterima sebesar Rp55 juta, dengan omzet tertinggi mencapai Rp70 juta, dan terendah Rp30 juta per bulan. Harga untuk sepatu yang diproduksinya itu bervariasi, mulai Rp500 ribu hingga Rp1,4 juta untuk boots, dan Rp425 ribu hingga Rp600 ribu untuk flat shoes.

Ia mengaku, usaha yang dimulai sejak 2019 tersebut membutuhkan modal kurang lebih mencapai Rp50 juta. Modal tersebut dikumpulkan Nabella pada saat ia menjadi penjual (reseller) sepatu yang bukan miliknya.

Saat itu, Ia menjual sepatu buatan Bandung secara daring. Uang hasil penjualan sepatu tersebut, ia kumpulkan sedikit demi sedikit untuk dijadikan modal awal untuk membuka usaha produksi sepatu dengan merek Gloeshoes Leather itu.

“Untuk modal awal, karena awalnya saya reseller, itu benar-benar nol rupiah. Dulu saya membuka pesanan sepatu, kemudian saya putar (uangnya) untuk membuat model baru, dan akhirnya terkumpul,” ujarnya.

Gloeshoes Leather merupakan salah satu UKM yang ikut pada program Gerakan Nasional Bangga Buatan indonesia (Gernas BBI). Gelaran pameran industri kreatif UMKM BRIlianpreneur, dengan tema Lokal Keren Jatim itu, diharapkan mendorong promosi usaha yang dimilikinya.

Saat ini, pasar sepatu buatan perajin yang ada di Kota Malang, Jawa Timur itu, dipasarkan melalui akun Instagram. Meskipun hanya berbekal pemasaran melalui akun Instagram, sepatu buatan Indonesia itu, juga diminati pasar mancanegara, seperti Malaysia, dan Singapura.(qq)

Leave A Reply

Your email address will not be published.