Pemerintah Dorong Kebangkitan Sektor Kelautan dan Perikanan dengan Bantuan Permodalan Nelayan
JAKARTA,Harnasnews.com – Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya mendorong perkembangan usaha sektor kelautan dan perikanan. Selain melakukan penataan perizinan usaha perikanan tangkap, KKP juga mengupayakan bantuan permodalan stakeholder perikanan melalui pembiayaan lembaga keuangan mikro nelayan oleh Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU LPMUKP) sebagai pendampingan permodalan bagi stakeholders perikanan.
Untuk itu, KKP telah menyelenggarakan Forum Bisnis Perikanan, Kamis (31/1), melalui diskusi panel dengan menghadirkan Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani, Direktur Pengaturan Bank Umum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Eddy Mandindo Harahap, dan Sekretaris Jenderal KKP Nilanto Perbowo. Diskusi panel tersebut mengangkat tema “Menuju Kebangkitan Sektor Kelautan dan Perikanan sebagai Prime Mover Pembangunan Nasional” dan “Bank Mikro Nelayan Solusi Permodalan Bagi Nelayan”.
Sekretaris Jenderal Nilanto Perbowo mengatakan, pemerintah berkomitmen untuk memastikan peningkatan stok perikanan Indonesia dapat dimanfaatkan bangsa sepanjang masa, hingga ke generasi selanjutnya. Hal ini mengingat kondisi stok perikanan dunia yang terus mengalami krisis. Food and Agriculture Organization (FAO) menyatakan, kondisi stok sumber daya perikanan internasional darurat, di mana hanya 10 persen dalam posisi under utilized, sedangkan selebihnya over exploited atau mendekati.
Oleh karena itu, pemanfaatan sumber daya perikanan harus dikendalikan. Termasuk dengan melakukan peperangan terhadap illegal fishing. Meskipun demikian, pemerintah juga ingin memastikan industri perikanan dalam negeri tetap tumbuh. Salah satu caranya dengan bantuan permodalan nelayan.
Sementara itu, dalam kegiatan yang turut dihadiri Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi tersebut, Dirjen Anggaran Kemenkeu menjelaskan kepada sekitar 2.000 nelayan dan pelaku usaha perikanan yang hadir mengenai insentif fiskal yang dapat mereka manfaatkan untuk mendorong usaha perikanan.
“Dengan melihat komitmen KKP, kita sangat mendukung supaya kegiatan bisnis Bapak/Ibu di bidang perikanan, tentunya dengan didukung oleh kebijakan di bidang perhubungan laut. Bukan hanya itu, tapi didukung pula dengan fasilitas kepabeanan dan cukai yang lebih mudah, insentif perpajakan yang lebih baik, dan iklim usaha yang menunjang,” ungkap Askolani.
Dukungan juga disampaikan Direktur Pengaturan Bank Umum OJK Eddy Mandindo Harahap. Menurutnya, OJK mendorong pelaksanaan program-program KKP dengan kewenangannya di bidang perbankan.
“OJK mendukung di bidang pembiayaannya di mana kita mendorong agar bank-bank atau industri keuangan lainnya juga mulai memprioritaskan pembiayaan-pembiayaan di sektor perikanan dengan berbagai policy/kebijakan, dan arahan yang terukur dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip prudential,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, total aset perbankan Indonesia sangat besar, baik bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank-bank ini menurutnya memiliki peran untuk membantu usaha masyarakat.
“Dana yang disimpan di bank dalam bentuk tabungan dan deposito dapat disalurkan kepada masyarakat dan perusahaan yang memang membutuhkan dana atau kredit. Termasuk untuk membantu akselerasi program pembiayaan di sektor kelautan dan perikanan,” terangnya.
Bank sendiri telah menyediakan berbagai macam kredit, di antaranya kredit produktif, investasi, dan konsumtif. Menurutnya, kredit produktif dapat dimanfaatkan nelayan sebagai modal kerja misalnya untuk membeli bahan bakar, pakan ikan, maupun sembako awak kapal perikanan yang sifatnya modal kerja jangka pendek sebagai pembiayaan operasional. Adapun kredit investasi dapat dimanfaatkan untuk membeli kapal atau peralatan melaut atau kegiatan budidaya yang dapat digunakan dalam jangka panjang.
Namun, nelayan tidak dianjurkan untuk mengajukan kredit konsumtif untuk pembelian motor, rumah, dan hal lain yang bersifat konsumtif dan tidak menghasilkan.
Eddy menyatakan, OJK juga mendorong perbankan untuk menyusun periode pembayaran yang disesuaikan dengan kemampuan dan kegiatan usaha nelayan. “Misalnya tidak memaksakan pembayaran di musim nelayan tidak bisa melaut,” ujarnya.
Berdasarkan data OJK, Desember 2016 total kredit yang diberikan perbankan untuk sektor maritim mencapai Rp95,398 miliar. Pada 2017 meningkat menjadi Rp101,996 miliar, dan pada 2018 kembali meningkat menjadi Rp105,892 miliar. Namun menariknya, Non Performing Loan (NPL) atau potensi kredit macet menunjukkan penurunan setiap tahunnya. NPL 2016 tercatat 5,28 persen, dan turun menjadi 3,97 persen di 2017, dan kembali turun menjadi 2,79 persen di tahun 2018.
“Angka yang menggembirakan karena jumlah kredit naik tapi NPL-nya turun. Padahal umumnya kalau total kredit naik, NPL ada kecenderungan untuk naik. Khusus di sektor maritim ini cukup bagus,” terangnya.
Oleh karena itu, pemerintah terus bersinergi mendorong perbankan menyalurkan bantuan demi pertumbuhan sektor maritim yang merupakan sektor produktif dengan pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Caranya dengan memberikan bobot penilaian risiko kredit UMK sebesar 75 persen, lebih kecil dibandingkan bobot risiko korporasi sebesar 100 persen.
Pemerintah telah menyediakan bantuan dan kemudahan bagi pertumbuhan usaha perikanan. Namun untuk dapat mengajukan pembiayaan atau kredit, para pelaku usaha perikanan diminta untuk membuat laporan keuangan atau cash flow yang baik dan benar.
“Sepanjang Bapak/Ibu punya cash flow yang komplit, laporan keuangan yang baik dan tertata sesuai standar, itu semakin cepat dan semakin mudah bank memberikan kredit,” katanya.
Tak hanya akses permodalan, sepanjang 2018 pemerintah melalui KKP juga telah menyelenggarakan berbagai program lainnya untuk mendorong kesejahteraan nelayan dan pelaku usaha perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) telah menyalurkan 562 unit bantuan kapal perikanan, 720 paket alat penangkap ikan, dan 138.679 premi asuransi nelayan . DJPT juga membangun 11 lokasi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Higienis, 134 syahbandar perikanan dengan 283 petugas, 4 lokasi TPI perairan darat, dan 4 lokasi Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT). Selain itu, DJPT juga melayani e-logbook 1.595 kapal penangkap ikan, menempatkan 252 observer kapal, penataan perizinan di 11 WPP, dan melayani 9.951 Sertifikat Hak Atas Tanah Nelayan (Sehat) nelayan.(Red/Ed)