Pemerintahan Jokowi Dinilai Gagal Membangun Kedaulatan Pangan Nasional
Kebijakan Impor Beras 500 Ribu Ton
JAKARTA, Harnasnews – Dewan Pengurus Nasional (DPN) Gerakan Kebangkitan Petani dan Nelayan Indonesia (Gerbang Tani) mengkritisi kebijakan pemerintahan Jokowi untuk melakukan impor beras sebanyak 500 ribu ton dengan alasan untuk menjaga cadangan beras nasional hingga Februari 2023.
Bukan hanya beras, pemerintah juga berencana mengimpor gula kristal putih sebanyak 1 juta ton tahun depan, serta impor pangan komoditi lainnya.
Ketua Umum DPN Gerbang Tani, Idham Arsyad menilai kebijakan impor beras menjadi bukti kalau rezim Jokowi gagal dalam membangun kemandirian dan kedaulatan pangan nasional.
“Saya mengira bahwa sebagai negara agraris kita gagal membangun kedaulatan pangan, ujar Idham dalam diskusi Pangan Evaluasi Kebijakan Pertanian-Pangan Jokowi ‘Indonesia Gagal Daulat Pangan’ di bilangan Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Padahal, pada Juni 2022 ramai diberitakan kalau sejumlah negara meminta akses impor beras dari Indonesia. Itu berawal dari pernyataan Menteri Pertanian Syahrul Yassin Limpo terkait impor 2,5 juta ton beras oleh China. Namun ditolak oleh Presiden Jokowi.
Menurut Idham, rezim Jokowi sekarang sedang menuju rezim impor pangan. Hal itu dilihat dari UU Cipta Kerja yang menempatkan kebijakan politik pertanian lewat impor menjadi salah satu prioritas.
Meski kedaulatan pangan tercantum dalam program kerja pemerintahan, akan tetapi dalam praktiknya semakin menjauhkan Indonesia untuk mencapai kemandirian dan kedaulatan pangan.
“Kebijakan pangan kita cukup berubah total. Kalau di dalam UU Pangan yang disebut dengan ketersediaan pangan itu bahwa impor hanya kebijakan alternatif,” katanya.
Menurut dia, gegagalan pemerintah untuk membangun kemandirian pangan kini semakin jauh.
Salah satunya tidak ada keseriusan dari pemerintah untuk melakukan pemetaaan, konsolidasi lahan, dan peta produksi nasional.
“Itu membuat perbedaan kelompok kepentingan terkait cara menghitung produksi antara Kementerian Perdagagan dan Kementerian Pertanian,” terangnya.
Karenanya, Idham menyarankan pemerintah bisa menarik beberapa pelajaran dari pandemi Covid-19 yang mengakibatkan gangguan terhadap pangan secara global, baik dari sisi produksi dan ketersediaan pangan secara global terutama dari sisi distribusi yang mengalami hambatan sehingga menjadi ancaman bagi negara-negara di dunia.
Kemudian, krisis politik akibat perang Rusia dan Ukraina mengakibatkan pupuk jadi persoalan global yang memicu harga pangan seca global meningkat.
“Keduanya adalah dua negara produsen pupuk. Indonesia sendiri terkena imbasnya karena sebagian bahan baku diimpor dari Ukraina. Belum sepenuhnya bisa kita produksi,” katanya.
Selanjutnya, dampak dari perubahan iklim juga sangat berpengaruh terhadap produksi pangan global dan termasuk Indonesia.
Adapun indikasi kegagalan Pemerintahan Jokowi dalam mengelola pangan yakni;