Pemindahan Program BPNT Jadi Bantuan Tunai Dinilai Tidak Selesaikan Masalah
JAKARTA, Harnasnews – Pengamat ekonomi Prof.Yudi Haryono mengatakan problem utama penyaluran batuan sosial selama ini karena pendataan data penduduk sejak Indonesia merdeka hingga saat ini belum pernah sempurna.
Selain itu, terkait dengan sengkarutnya data kependudukan, Yudi juga mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam rangka mempercepat penyelesaian peng-update-an e-KTP.
Padahal, jika persoalan data pendukuk diselesaikan dengan baik, setidaknya dapat menyelesaikan problem program pemerintah. Baik itu data penerima bantuan sosial BPNT, bantuan tunai maupun daftar pemilih tetap (DPT) saat Pemilu.
“Akibat problem data kependudukan, banyak bantuan kepada masyarakat yang seharusnya tidak layak dibantu menjadi layak, kemudian sebaliknya banyak juga masyarakat yang seharunya layak dibantu akan tetapi tidak menerima bantuan pemerintah lantaran datanya tidak ada pada pada sistem Kemensos,” kata Yudi kepada wartawan, Sabtu (12/3/2022).
Kata Yudi, persoalan itu timbul karena tidak adanya kajian yang mendalam terkait data penduduk penerima manfaat bantuan sosial. Sehingga memiliki potensi rantai korupsi pada pelaksanaanya.
Namun sayangnya di tengah persoalan data penerima manfaat, pemerintah malah memutuskan merubah BPNT menjadi bantuan tunai.
“Sebenarnya kebijakan itu hanya memindahkan rantai korupsi. Padahal problem utamanya bukan bantuan tunai ataupun nontunai. Tapi yang terpenting bagaimana kita memperbaiki data kependudukannya,” tandasnya.
Selain itu, lanjut Yudi, problum utama bangsa ini adalah adanya kemiskinan mental dan struktural. Sehingga seluruh kebijakan yang dipilih tidak efektif.
Diantaranya, masyarakat lebih memilih mendapatkan uang tunai untuk membeli pulsa. Persoalan itu muncul karena adanya problem kemiskinan mental.
“Terkadang masyarakat tidak bisa memprioritaskan mana kebutuhan dasar mana kebutuhan primer mana kebutuhan skunder. Jadi kemiskinan mental itu menyebabkan orang menafikkan kebutuhan primer lalu memilih kebutuhan tersier,” tutur Yudi.
Demikian pula ketika ada kebijakan BPNT, banyak oknum agen maupun penyalur yang menaikan harga sesuka hatinya demi keuntungan pribadi dan kelompoknya.
Problem selanjutnya adalah, bangsa ini tergolong high politik. Sehingga setiap kebijakan apapun itu dikaitkan dengan keputusan politik agar penguasa atau pemenang pemilu mendapatkan dukungan kembali.