Pengamat: Bamsoet Berpeluang Jadi Ketum Golkar, Airlangga Kembali Jadi Menteri
JAKARTA, Harnasnews.com – Pengamat komunikasi politik Universitas Mercu Buana Jakarta, Syaifuddin menilai bahwa memanasnya suhu politik di internal Partai Golkar menjelang Musyawarah Nasional (Munas) yang akan digelar pada Desember 2019, tidak akan berdampak kepada perpecahan partai berlambang pohon beringin secara nasional.
“Menurut hemat saya konflik personal antara Airlangga Hartarto dengan Bambang Soesatyo, sekarang ini tidak akan membawa Golkar ke konflik partai secara keseluruhan. Jadi ini semacam gesekan kecil menghadapi Munas,” ujar Syaifuddin kepada wartawan, Kamis (25/7), menanggapi dinamika di internal Partai Golkar jelang Munas.
Syaifuddin mengungkapkan, persoalan terjadinya perbedaan pendapat pada dua Calon Ketua Umum (Caketum) Partai Golkar, kata dia, karena mereka sama sama ingin memiliki legitimasi. Hal itu biasa saja terjadi dan sangat demokratis.
“Itulah dinamika politik, jadi bahkan dari luar itu kita berharap perbedaan kepentingan yang sama-sama memiliki kemauan di antara dua tokoh, tidak berekses secara nasional. Sehingga konflik ini cukup hanya di tataran personal,” kata Syaifuddin.
Menurut Syaifuddin, bila disandingkan, dua tokoh Golkar ini dalam konteks prestasi dan kredibelitasnya, perjalanan politiknya dalam satu periode terakhir ini, Bambang Soesatyo (Bamsoet) dinilai paling dominan dibandingkan Airlangga.
Anggapan sejumlah elit dan kader muda Partai Golkar yang menilai Airlangga gagal dalam menahkodai Golkar, adalah hal yang wajar.
Karena salah satu indikator utamanya adalah tidak tercapainya target suara Golkar pada pemilihan legislatif pada April lalu. Selain itu, prestasi yang ditorehkan selama kepemimpinan Airlangga tidak ada yang menonjol.
Namun demikian, lanjut Syaifuddin, meski terjadi gesekan di antara kedua kandidat caketum Golkar, ia meyakini tidak sampai terjadi tsunasmi Partai Golkar seperti pada konflik partai sebelumnya.
“Konflik itu tidak mungkin terjadi, terlebih Bamsoet merupakan politisi yang matang, selain itu Airlangga juga dilahirkan dari seorang tokoh Golkar, yang tentunya sangat mempertimbangkan kepentingan partai di atas kepentigan pribadi,” ujarnya.
Syaifuddin bahkan memprediksi akan ada akumulasi kepentingan politik yang bisa diakomadasi oleh pihak ketiga. Lewat koalisi ini nanti yang akan menjadi saluran dari pada kepentingan politik.
“Contonya, bisa saja nanti Airlangga menduduki salah satu menteri Kabinet Jokowi di periode ke dua. Sementara posisi ketua umum Partai Golkar dijabat oleh Bambang Soesatyo. Dan itu bisa saja terjadi sebagai upaya dalam meredam daripada konflik yang bereskalasi di dalam internal Golkar. Sehingga masing- masing tersalurkan. Hal itu yang menjadi alasan saya itu kenapa konflik bereskalasi nasional pada tubuh Golkar tidak akan terjadi,” ujarnya. (Red)