
Pengelolaan TPA Sumur Batu Amburadul, KPNas Minta Kadis LH Kota Bekasi Dicopot
KOTA BEKASI, Harnasnews – Di wilayah Kota dan Kabupaten Bekasi ada tiga tempat pembuangan sampah, yakni TPST Bantargebang, TPA Sumur Batu dan TPA Burangkeng. Ketiganya masing-masing mempunyai persoalan yang sangat serius. TPST Bantargebang dibebani tumpukan sampah mencapai 55 juta ton dan pertambahan sampah yang sangat besar, 7.500 sampai 7.800 ton/hari. Ketika musim banjir bertambah menjadi 12.000 ton/hari.
Sementara sampah yang dibuang ke TPA Sumur Batu lebih 1.500 ton/hari. TPA dengan luas 21 hektar ini juga dikelola secara open dumping. Leachate dari tumpukan-tumpukan sampah langsung mengalir ke drainase dan Kali Ciketing, terus ke Kali Asem.
Pencemaran airnya sudah sangat mengkhawatirkan di kawasan TPST Bantargebang dan TPA Sumur Batu, ditambah pencemaran dari IPLT Sumur Batu dan pabrik-pabrik sekitar, yang pada umumnya tidak memiliki IPAL. Adapun IPAL di TPA Sumur Batu tidak berfungsi dan hanya jadi ornamen.
Kondisi pengelolaan TPA Sumur Batu jika diperhatikan lebih buruk dari TPA Burangkeng. TPA Sumur Batu masuk dalam daftar 343 unit TPA open dumping yang akan ditutup oleh KLH/BPLH. Adapun TPA Burangkeng sudah disegel dan Kepala Dinas LH Kabupaten Bekasi sudah dijadikan tersangka oleh Gakkum KLH.
Hal tersebut menjadi perbincangan hangat dalam diskusi kegiatan “Silaturahmi Ekologi dan Deklarasi Gerakan Pilah Sampah – Indonesia Bersih” di Kelurahan Sumurbatu, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Kamis, 24 April 2025.
Kegiatan ini digagas oleh Kaukus Lingkungan Hidup Bekasi Raya yang di dalamnya tergabung dari berbagai elemen. Diantaranya Aliansi Masyarakat Peduli Limbah B3 Indonesia (AMPHIBI), Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI), Koalisi Persampahan Indonesia (KPNas), Prabu Peduli Lingkungan (Prabu PL), Forum Jurnalis Pegiat Lingkungan (FJPL), Yayasan Ahli Salam Semesta, Bank Sampah Sumber Jaya Kranggan, Paguyuban Nelayan Pelestari Muargembong, MUI Kecamatan Bantargebang, Komunitas Pemulung Bantargebang Sejahtera (KPBS), dan lainnya.
Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Bagong Suyoto, dalam diskusi itu menegaskan bahwa mestinya TPA Sumur Batu juga harus diperlakukan serupa dengan TPA Burangkeng. “Harus disegel dan diawasi langsung KLH/BPLH. Selain itu, kepala Dinas LH Kota Bekasi pun mestinya dijadikan tersangka,” paparnya.
Alasannya, kata Suyoto, karena telah melanggar UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 18/2008 dan peraturan terkait. “Mereka juga melanggar Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengelolaan Sampah,” tambahnya.
Dalam diskusi juga dibahas permasalahan kompensasi. Warga Kelurahan Sumurbatu, Cikiwul dan Ciketingudik memperolah uang bau Rp 400.000/KK/bln. Sedangkan warga Kelurahan Bantargebang mendapat separuhnya. Sejumlah warga mengatakan, uang bau tersebut berasal dari DKI Jakarta. Sedangkan Pemerintah Kota Bekasi tidak pernah memberikan uang, alias hanya numpang.
Menurut Agus Salim Tanjung, Ketua Kaukus LH Bekasi Raya, besaran uang bau tersebut masih kecil, tidak sebanding dengan dosa-dosa akibat pencemaran dari sampah. “Kerusakan lingkungannya sudah parah, situasi buruk tersebut mengancam kesehatan warga. Semua itu menjadi tanggung jawab kepala daerah dan pengelola TPST Bantargebang dan TPA Sumur Batu, ” paparnya.
Tanjung juga mengatakan, warga sekitar bertahun-tahun menghirup udara kotor, air dan tanah tercemar, termasuk logam berat. Mereka terkena penyakit kulit, mata, gigi, radang paru-paru, TBC, dan lainnya. Maka uang Rp 400.000/KK/bln tidak ada artinya dan terlalu kecil.
“TPST dan TPA tersebut menjadi sarang penyakit, karena berbagai sampah, termasuk limbah B3 dicampur-aduk tanpa adanya pemilahan. Karena sampah dari sumbernya tidak dipilah dan langsung dibuang ke TPST/TPA,” katanya.
“Oleh karena itu Kaukus LH Bekasi Raya mendorong untuk dilakukan memilah sampah di sumber dan diolah untuk mengurangi sampah yang dibuang ke TPST/TPA,” imbuh Tanjung.
Berkaitan dengan kasus pencemaran dan penyegelan TPA Burangkeng oleh Menteri LH/Kepala BPLH awal Desember 2024 lalu, Ketua Prabu PL Carsa Hamdani mengungkapkan berbagai persoalan lingkungan pasca penyegelan TPA Burangkeng.
“Masalahnya yang sampai saat ini belum selesai adalah air lindi TPA langsung mengalir ke kali alam selama dua tahun. Itu suatu kezholiman. Kepala Dinas LH Kab Bekasi sudah ditersangkakan, tetapi masih bergerak pencitraan”, ujarnya.
Ia menuntut adanya penegakkan hukum serius terhadap Kadis LH Kabupaten Bekasi Donny Sirait. “Mestinya diganti oleh pejabat baru, karena saat ini Donny Sirait telah ditetapkan sebagai tersangka pencemaran air oleh Gakkum KLH,” tegasnya
Persoalan lain, masih minimnya kompensasi sampah. Warga Desa Burangkeng yang mendapatkan kompensasi baru 2.000 KK. Itu pun uang bau yang didapatkan warga tidak jelas, kadang baru cair 9 bulan, kadang 6 bulan, bahkan rekening warga sampai terblokir.
“Saya minta semua warga Burangkeng dapat kompensasi uang bau. Sekarang besaran kompensasi hanya Rp 100.000/KK/bln. Kompensasi masih ngambang. Mestinya, semua dapat, sekarang jumlahnya 17.000 KK atau 45.000 jiwa. Semua minta kompensasi”, ujarnya.
“Yang paling penting Kadis LH Kabupaten Bekasi yang sudah di tersangkakan segera ditahan, dan diganti,” pungkas Carsa. (Sp)