JAKARTA, Harnasnews – Indonesia Police Watch (IPW) mempertanyakan pengusutan tewasnya dua bobotoh di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) yang hinghga saat ini dinilai “jalan di tempat”.
Sebab hingga kini, belum ada seorang pun yang dijadikan tersangka dalam kerusuhan yang menyebabkan
Sopiana Yusup dan Ahmad Solihin meninggal dunia saat hendak menyaksikan pertandingan sepakbola yang memperebutkan Piala Presiden pada Jumat, (17/6/2022).
“Padahal, penegakan hukum menjadi salah satu tugas dan fungsi dari Polri. Namun dalam penanganan kasus kematian suporter di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) Kota Bandung, Jumat, 17 Juni 2022 kami menilainya Polda Jabar sangat lamban,” ujar Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso seperti dalam keterangan tertulisnya yang diterima harnasnrws, Jumat (24/6/2022).
Oleh karena itu, IPW meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengevaluasi kinerja Kapolda Jabar Irjen Suntana serta mencopot Kapolresta Bandung Kombes Kusworo Wibowo.
Pasalnya, kedua pimpinan di tingkat kewilayahan itu mengkhianati Program Polri Presisi dengan cara mengulur-ulur dan menggantung kasus melayangnya nyawa di Turnamen Pra Musim Piala Presiden.
‘Karenanya, Kapolri patut mencopot kepala satuan wilayah (kasatwil) tersebut agar kepercayaan masyarakat terhadap Polri meningkat. Bagaimana pun, kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap Korps Bhayangkara menjadi tolok ukur keberhasilan Polri saat ini dan masa mendatang,” tegasnya.
Menurut Sugeng, penanganan kasus kerusuhan melalui penegakan hukum yang terjadi di Stadion GBLA Kota Bandung ini, sangat berbeda jauh dengan kejadian tinju maut Nabire, 14 Juli 2013 yang menelan korban jiwa 18 orang akibat terinjak-injak.
“Hanya dalam waktu empat hari, tersangka sudah diumumkan oleh Kapolda Papua, yang saat itu dijabat oleh Tito Karnavian. Tersangkanya adalah Nabertus Yeimo yang merupakan Ketua Panitia Penyelenggaran Pertandingan Tinju Bupati Cup dengan dijerat pasal 29 ayat 2 KUHP juncto pasal 25 ayat 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun dan atau denda Rp 5 Miliar,” jelas Sugeng.