KEDIRI, Harnasnews – Beberapa tahun terakhir ini, Kabupaten Kediri menjadi “destinasi” para pengusaha untuk mengembangkan bisnis-bisnisnya.
Pembangunan bandara berskala Internasional dinilai menjadi salah satu faktor yang berhasil menarik para investor dan pengusaha untuk berinvestasi.
Di antaranya, saat ini telah menjamur pembangunan hotel dan tempat hiburan seperti karaoke di wilayah tersebut.
Posisi para pengusaha dalam pembangunan bukan hanya sebagai pihak sponsor atau pendukung saja, namun juga diduga menjadi pihak yang lebih dominan dalam mengatur serta mengelola kebijakan terkait pembangunannya.
Hal tersebut berdasarkan penelusuran Harnasnews, terkait menjamurnya tempat hiburan di wilayah Kabupaten Kediri namun dipertanyakan soal izin serta AMDAL-nya.
Hal tersebut membuktikan bahwa pengaruh dari pengusaha dapat merangkap menjadi lokal strongman yang sangat kuat sehingga dapat memanipulasi dinas terkait perizinan.
Tidak menutup kemungkinan hotel dan tempat hiburan di wilayah kabupaten Kediri yang juga terlihat tiap tahun menambah jumlah kamar sementara untuk izin lingkungannya perlu dipertanyakan.
Belum tuntas sudah puluhan tahun berdiri, belum lagi adanya hotel yang jadi tempat tinggal wanita malam yang membuat masyarakat resah masyarakat, sehingga diharapkan semua pihak bahu membahu untuk meninjau izin-izinnya serta AMDAL lingkungannya.
Pasalnya, dampak yang diakibatkan dari tidak memiliki izin serta AMDAL berdampak secara langsung dan tidak langsung kepada masyarakat. Seperti efek domino akibat pengaruh negatif terhadap Kerusakan lingkungan tentunya kehidupan warga setempat.
Selain itu, pembangunan yang tidak memiliki izin resmi dan tidak memiliki AMDAL dapat mengakibatkan bocornya pendapatan daerah yang pada akhirnya merugikan pemerintah hingga masyarakat.
Dana retribusi daerah yang harusnya membantu perekonomian pemerintah dan masyarakat menjadi berkurang dan masuk kedalam kantong pribadi orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Fakta di lapangan sejatinya menjadi tamparan keras bagi pemerintah Kabupaten Kediri bahwasanya sistem perizinan yang mereka miliki masih jauh dari kata baik.
Pemerintah Kabupaten Kediri seharusnya lebih tegas dalam menindak perbuatan yang tidak sesuai dengan undang-undang.
Menanggapi hal tersebut, Tenaga Ahli Lingkungan Hidup Indonesia, juga seorang direktur disalah satu Konsultan Lingkungan Hidup, ,H.Saifudin,SE,ST,MT.CEIA menjelaskan bahwasanya setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang berdampak terhadap Lingkungan Hidup wajib memiliki AMDAL, UKL-UPL atau SPPL, merujuk pada Pasal 4 PP No. 22 Tahun 2021.
Menurut dia, bagi pengusaha atau kegiatan yang tidak memiliki izin, maka pengusaha tersebut dapat dikenakan sanksi administratif. Hal tersebut tertuang pada Pasal 508 PP No. 22 Tahun 2021.
“Dimana dalam aturan tersebut menjelaskan bahwa sanksi admistratif berupa teguran tertulis, paksaan pemerintah, denda administratif, pembekuan perizinan berusaha dan/atau pencabutan perizinan berusaha,” ujar Saifudin kepada Harnasnews, Sabtu (5/11/2022).
Dikatakannya, besaran denda administratif yang diberikan juga tertuang pada pasal 516 ayat (1) PP No. 22 Tahun 2021. Besaran denda administratif dengan kriteria tidak memiliki persetujuan Lingkungan dan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 514 ayat (1) huruf b dihitung sebesar 5% (lima persen) dari nilai investasi Usaha dan/atau Kegiatan.
Serta pada Pasal 516 ayat (2) PP No. 22 Tahun 2021 “Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Oleh karena itu, pihaknya meminta agar pemerintah Kabupaten Kediri untuk menindak serta menertibkan para pengusaha-pengusaha “nakal” yang berbisnis di tanah Kediri.
“Bukan hanya mengimbau, namun juga memberikan sanksi tegas sesuai dengan undang-undang yang berlaku kepada para pengusaha yang melanggar aturan sehingga dapat memberikan efek jera serta mematuhi undang-undang,” pungkasnya. (Giga)