
JAKARTA, Harnasnews – Gelombang penolakan revisi UU TNI terus disuarakan oleh sejumlah elemen masyarakat dan aktivis kampus di seluruh Indonesia.
Publik mengkhawatirkan jika revisi UU TNI disahkan maka bangsa ini akan mengulang sejarah bagaimana kekuasaan di bawah cengkraman militer.
Oleh karen itu, supremasi Sipil dan Kesetaraan di muka hukum menjadi prinsip mendasar yang harus diletakkan dalam pikiran kenegarawanan. Ini adalah prinsip Negara Hukum demokratis dan secara eksplisit dijamin dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945-UUD 1945.
“Tentara Nasional Indonesia-TNI dan ketentuan yang mengaturnya, harus tunduk pada konstitusi,” demikian dalam pernyataan bersama Civitas Akademika UGM seperti yang diterima redaksi Selasa (18/3/2025).
Keutamaan prinsip ini menjadi bagian penting dari semangat Reformasi 1998, dan dituangkan dalam TAP MPR Nomor X Tahun 1998, TAP MPR Nomor VI Tahun 1999 dan TAP MPR Nomor 7 Tahun 2000.
Pelanggaran hukum, tindakan pidana, yang dilakukan oleh militer, haruslah tunduk di bawah sistem hukum pidana sipil.
Bila hal mendasar seperti ini saja tidak pernah diupayakan sungguh-sungguh dalam bernegara, maka tak mengejutkan, TNI akan banyak melakukan kesewenang wenangan, dan bahkan kerap tanpa pertanggungjawaban hukum, atau impunitas.
Selama ada sistem hukum impunitas terhadap TNI, maka pembicaraan apapun tentang peran TNI menjadi tak relevan dan tak pernah bisa dipertanggungjawabkan. Artinya, tidak ada urgensinya membahas perubahan UU TNI.
Apalagi jika prosesnya dilakukan secara tertutup dan tersembunyi di hotel mewah, bukan di rumah rakyat Gedung DPR. Proses ini secara terang-terangan mengingkari putusan Mahkamah Konstitusi soal pentingnya “partisipasi publik yang bermakna” dalam pembentukan hukum.
Publik berhak didengarkan, dipertimbangkan dan mendapatkan penjelasan dalam proses pembentukan hukum.
Secara substantif, Daftar Inventarisasi Masalah-DIM RUU TNI menyebutkan perluasaan posisi jabatan yang dimungkinkan bagi anggota TNI aktif, termasuk posisi yang memasuki ranah peradilan, tidak mencerminkan prinsip dasar supremasi sipil (vide: Pasal 47 RUU TNI)
Jelas, draft revisi UU TNI tersebut justru akan mengancam independensi peradilan dan memperkuat impunitas/kekebalan hukum anggota TNI.
“Kami merasakan bahwa, usulan revisi UU TNI tak hanya kemunduran dalam berdemokrasi, melainkan juga merusak tatanan agenda reformasi TNI. Menarik kembali peran TNI ke dalam jabatan kekuasaan sosial, politik, dan ekonomi justru akan semakin menjauhkan TNI dari profesionalisme yang diharapkan. Ini bertentangan dengan prinsip Negara Hukum demokratis. dan akan membawa bangsa ini kembali pada keterpurukan otoritarianisme seperti pada masa orde baru,” jelasnya.
Atas dasar tersebut, kami mengingatkan, menasehatkan, pula mendesak: