Surabaya,Harnasnews.com – Majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang diketuai Johanis Hehamony, akhirnya menjatuhkan pidana terhadap terdakwa seorang nenek 80 tahun, Siti Asiyah, dengan pidana penjara selama 43 hari, setelah sebelumnya dituntut pidana penjara selama 2 bulan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suwarti dari Kejari Surabaya.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 263 ayat (1) KUHP.
” Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Siti Asiyah, dengan pidana penjara selama 43 hari, menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan tersebut,” ucap hakim Johanis saat membacakan amar putusannya di ruang Candra, Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (22/10).
Atas putusan tersebut, terdakwa Asiyah yang didampingi oleh penasihat hukumnya, Sahlan SH., MH., kompak menyatakan banding. Sedangkan JPU Suwarti menanggapi putusan tersebut dengan kata pikir-pikir.
“Banding,” tukas Siti Asiyah.
Sahlan, saat ditemui usai jalannya persidangan menyampaikan dalil-dalil yang mempersoalkan pertimbangan majelis hakim. Bahwa dalam pertimbangan hakim menjelaskan nenek dengan sadar datang ke Polda Jatim untuk membuat laporan kehilangan.
” Hal itu tidak benar dan bahwa yang benar sesuai dengan fakta persidangan setelah suami meninggal beliau mengurus surat tanah dan datang ke lurah. Setelah dari kelurahan beliau diminta Bu Lurah urus surat keterangan hilang karena surat beliau tidak diketahui setelah suami meninggal,” kata Sahlan.
Terkait pasal yang dijadikan dasar putusan, Sahlan mengatakan bahwa hakim menyebutkan terdakwa sudah dewasa menurut unsur pasal 263 ayat (1) KUHP.
” Padahal beliau sudah terlalu dewasa bahkan sudah tua sehingga unsur kealpaan tentunya semestinya dipertimbangkan hakim selain disuruh Bu Lurah,”imbuhya.
Sahlan kemudian menerangkan terkait surat keterangan hilang yang dikeluarkan Polda Jatim. ” Di Polda surat tersebut, sudah sesuai syarat formil yang ada di Polda sehingga dikeluarkan oleh Polda,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sahlan menyebutkan dalam perkara ini agak nyeleneh. Karena menurutnya, hakim mengatakan bahwa terdakwa dimanfaatkan oleh orang-orang sekitarnya dan dijadikan tameng.
” Jelas-jelas ibuk itu berjuang demi tanahnya, beliau itu berjuang sendiri, gak ada orang lain, orang lain hanya membantu saja,” terangnya.
Apalagi, masih kata Sahlan, ada perkara perdata (berjalan) yang hingga putusan ini dijatuhkan, belum berkekuatan hukum tetap (inchract). ” Tidak dipertimbangkan sama sekali,” katanya.
Diakhir wawancara, Sahlan menyayangkan klaim hakim secara terpisah, terkait dengan objek sengketa didaerah tersebut adalah tanah Eigendom. Padahal menurut Sahlan, kliennya telah memiliki surat berupa Letter C.
” Hal ini juga sesuai surat Balai Harta peninggalan kota surabaya tgl 21 februari 2019 untuk egendom vervonding nomor 7159 berada ke daerah ketintang bukan di gayungsari,” pungkasnya. (Vik)