Pimpin OTNAS, Menperin Ingin RI Wujudkan Perdamaian Dunia

“Kalau kita punya satu laboratorium yang levelnya standar internasional, maka pengembangan industri kimia kita akan semakin terpacu dengan adanya fasilitas yang canggih tersebut,” ujarnya. Pembangunan laboratorium ini juga menjadi bagian dari langkah strategis yang perlu dijalankan dalam implementasi industri 4.0 di Tanah Air tentang upaya pengembangan pusat inovasi.

“Di sektor industri makanan dan minuman sedang dikembangkan. Selain itu, di industri kimia juga butuh,” imbuhnya. Bahkan, kata Menperin, laboratorium itu bisa dimanfaaatkan dalam mendukung program penggunaan bauran minyak sawit dalam solar sebesar 20% (Biodiesel 20/B20) yang tengah digencarkan oleh pemerintah.

“Karena semua bahan baku kimia seharusnya bisa diteliti. Kita sebagai negara yang mempunyai jumlah industri kimia yang berkembang, harusnya punya satu laboratorium kimia yang canggih. Apalagi, nanti kita juga akan mengembangkan industri berbasis bio,” paparnya.

Untuk saat ini, lanjut Menperin, pihaknya akan mulai mematangkan kajian pembangunan laboratorium rujukan kimia tersebut. Selanjutnya, Indonesia perlu meminta persetujuan dari negara di ASEAN serta Organisasi Anti Senjata Kimia atau The Organisation for Prohibition of Chemical Weapons (OPCW).

“Kebetulan, Dubes RI di Belanda menjadi perwakilan kita di OPCW. Di Belanda saja, laboratoriumnya baru mau dibangun. Sehingga di regional Asean, perlu juga dibangun,” tegasnya. Lebih lanjut, Indonesia pun membutuhkan bantuan program pembangunan kapasitas dari OPCW berupa pelatihan maupun bantuan pendampingan tenaga ahli untuk pengembangan kemampuan para peneliti di dalam negeri.

Peran industri kimia
Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Kemenperin, Achmad Sigit Dwiwahjono menyampaikan, melalui sarasehan OTNAS ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi lebih intensif di antara anggota OTNAS, khususnya dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dalam upaya meningkatkan pemantauan dan pengawasan bahan kimia.

“Sarasehan ini dihadiri lebih dari 100 orang yang merupakan perwakilan dari seluruh anggota OTNAS, lembaga riset dan pengujian, lembaga atau instansi terkait lainnya, akademisi, asosiasi dan pelaku industri kimia,” tuturnya.

Selain itu, adanya sarasehan ini, diharapkan pula dapat lebih mengenalkan OTNAS kepada instansi pemerintah, asosiasi industri kimia, dan pelaku industri. Dengan begitu, kesadaran industri kimia di dalam negeri untuk memenuhi kewajibannya dalam penerapan KSK lebih meningkat.

“Caranya, yakni dengan mendukung pelaksanaan inspeksi di fasilitas produksi bahan kimia, mengingat pemantauan dan pengawasan industri kimia merupakan salah satu aspek dalam penerapan KSK,” ungkapnya.

Di Indonesia, bahan kimia daftar digunakan sebagai bahan baku dan bahan penolong pada berbagai sektor, antara lain industri pupuk, industri toiletries, industri antioksidan, industri pengeboran minyak bumi, dan lain-lain.

Sedangkan, bahan kimia organik diskret nondaftar merupakan bahan kimia yang tidak termasuk dalam Bahan Kimia Daftar 1, 2, dan 3, tetapi merupakan senyawa yang mengandung unsur karbon, kecuali dalam bentuk oksida, sulfida, dan logam karbonat serta dapat pula mengandung unsur fosfor, sulfur, atau fluor.

Nantinya, setiap fasilitas yang menghasilkan bahan kimia daftar dan bahan kimia organik diskret nondaftar melebihi nilai ambang batas verifikasi harus tunduk terhadap inspeksi yang dilakukan oleh tim inspeksi dari The Organisation for Prohibition of Chemical Weapons (OPCW) atau organisasi yang melaksanakan ketentuan Konvensi Senjata Kimia di tingkat internasional. Pada saat melakukan inspeksi, tim inspeksi OPCW didampingi oleh tim inspeksi nasional.

“Tujuan umum inspeksi adalah untuk memverifikasi kegiatan yang dilakukan oleh fasilitas tersebut sesuai dengan keperluan yang tidak dilarang oleh konvensi atau dengan kata lain bahwa bahan kimia tidak dialihkan untuk senjata kimia,” papar Sigit.

Duta Besar RI untuk Belanda, I Gusti Agung Wesaka Puja selaku perwakilan OPCW menyebutkan, empat pilar yang termaktub di dalam KSK adalah memusnahkan seluruh senjata kimia dan fasilitas yang menghasilkan senjata kimia, serta memantau produksi dan perdagangan bahan kimia agar terhindar dari kegiatan penyalahgunaan bahan kimia sebagai senjata.

Selanjutnya, memberikan bantuan dan perlindungan bagi Negara Pihak dari ancaman atau serangan bahan kimia, serta mendorong kerja sama internasional untuk memperkuat implementasi KSK dan mempromosikan penggunaan bahan kimia untuk tujuan damai.

“Salah satu prestasi OPCW dan seluruh negara anggotanya adalah OPCW Nobel Peace Prize yang merupakan bukti pengakuan internasional atas kontribusi OPCW dalam perlucutan senjata kimia terhadap perdamaian,” tuturnya.(Red/Ed)

Leave A Reply

Your email address will not be published.