JAKARTA, Harnasnews.com – Pascasidang putusan Mahkamah Konsitusi (MK) terkait dengan sengketa perselisihan pemilihan umum (PHPU) semua pihak seyogyanya dapat menerimanya dengan lapang dada. Karena putusan tersebut bersifat final dan mengikat.
“Dalam setiap keputusan pasti ada dampak yang di timbulkan, namun demikian setidaknya dengan putusan MK bisa meredan gejolak di tengah masyarakat. Namun demikian kami memprediksi konstelasi politik ke depan tidak bisa menjamin seratus persen akan mereda, bahkan kecenderunagannya akan berlanjut,” ungkap pakar kebijakan administrasi publik, Bambang Istianto, seperti dalam keterangan tertulisnya yang di terima redaksi, Sabtu (29/6).
Bambang melihat adanya gejolak di tingkat elit partai kubu Prabowo-Sandi, terkait ketidakpuasan publik terhadap putusan MK. Hal itu, kata dia, memiliki potensi gejala konflik. Namun eskalasinya perlu adanya pendalaman.
“Indikatornya, seperti Prabowo tidak mengucapkan selamat kepada Jokowi atas kemenangan Pilpres, kemudian publik masih tidak puas dengan putusan MK. Namun demikian tidak ada suatu keputusan dapat memuaskan semua kalangan.,” tandanya.
Ada gejala di masyarakat yang komentarnya bernada kurang positif terhadap putusan MK. Bahkan dari kalangan akademisi melihat selama sidang banyak terjadi kejanggalan dan fakta yang belum bisa terungkap secara jelas. Meski secara dalil hukum sudah dipatahkan.
Selanjutnya, kata Bambang, publik mempertanyakan Situng yang tidak ada korelasinya dengan hasil Pilpres. Dalam sidang itu juga disebutkan bahwa Situng bukan informasi utama. Padahal, Situng tersebut dianggarkan cukup mahal.
“Atas dasar itu publik memiliki persepsi terhadap proses persidangan dengan berbagai macam asumsi. Di situlah putusan MK yang final itu masih menjadi polemik,” katanya.
Bambang menilai pemerintahan Joko Widodo –Ma’ruf Amin dalam lima tahun ke depan akan dihadapkan oleh persoalan stabilitas politik, ekonomi dan keamanan.
“Seperti adanya polarisasi kekuatan yang terus berlanjut. Untuk itu presiden Jokowi dan para pembantunya dapat mendinginkan suasana dan memberikan pernyataan yang bijak,” imbaunya.
Bambang berpendapat agar kubu Jokowi-Amin melakukan rekonsiliasi politik dengan kubu Prabowo-Sandi, seperti dengan cara power sharing (pembagian kekuasaan).
Indikator gejolak ekonomi, lanjut Bambang, yakni menurunnya daya beli masyarakat, dan dunia usaha yang kian melesu, sehingga berdampak pada meningkatnya angka pengangguran.
“Untuk kebijakan di bidang keamanan, pemerintahan Jokowi harus bisa merangkul semua komponen bangsa. Jangan ada lagi dikotomi politik. Pemerintahan Jokowi dalam lima tahun ke depan harus meminimalisir gejolak di tengah masyarakat,” pungkasnya.(Sof/Red)