JAKARTA, Harnasnews – Pekan ini dihebohkan dengan putusan MK yang mengabulkan Gugatan para pemohon mengenai batas usia Capres/Cawapres ke MK, dari ketiga gugatan yang dikabulkan adalah gugatan mahasiswa UNS Almas, yakni Usia dibawah 40 tahun, tapi pernah/sedang menjadi kepala daerah yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah, dikabulkan MK.
Dalam satu hari MK membuat keputusan yang seakan menutup jalan Gibran untuk menjadi Cawapres, tapi di keputusan sore hari dari Permohonan yang lain. MK menerima dan membuka peluang pada Gibran untuk bisa jadi Cawapres karena pernah atau sedang menjadi Kepala Daerah. Putusan MK ini kayak jualan di pasar aja. Gibran dipersilahkan memilih dan membeli yang cocok.
Menurut Pembina Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur negara (LPKAN) Wibisono mengatakan 4 Disenting opinion Putusan ini merusak marwah MK yang independen.
“Permohonan baru yang ada nama Gibran, ketua MK Anwar Usman masuk dan konflik kepentingan, karena ada hubungan keluarga Gibran, udh rusak marwah MK,” ujar Wibisono
“Saya sebenarnya males ikut mengomentari masalah ini, tapi melihat fenomena ini seperti drama Korea dan kasat mata sangat kasar di konsumsi publik, tuduhan masyarakat untuk melanggengkan kekuasaan politik dinasti terbukti,” imbuhnya
“Apa yang salah di Republik ini?,” tanya Wibi
Menurutnya, dari awal sistem demokrasi kita yang salah, sistem konstitusi kita akibat amandemen UUD ‘ 45 yang melahirkan UUD hasil amandemen yang tidak sesuai dengan Pancasila lagi, demokrasi kita sudah tidak sesuai dengan sila ke 4.
“Saya berharap dengan carut marutnya demokrasi kita, kita harus belajar sejarah bahwa sistem multi partai kita pernah gagal di tahun 50-59 yang akhirnya dikeluarkan dekrit presiden oleh presiden Soekarno pada tahun 1959,” jelas Wibi
Lanjutnya, Terkait usulan ketua MPR Bambang Soesatyo dan ketua DPD La Nyala Mattalitti untuk kembali ke UUD’45 yang asli patut di pertimbangkan.
“Saya mendukung usulan ini, karena saya anggap reformasi sudah gagal mewujudkan demokrasi yang ideal dan sesuai dengan Pancasila, terlalu mahal proses demokrasi kita setiap lima tahunan ini, kita selalu dibayangi bayangin perpecahan antar rakyat, yang akhirnya menimbulkan permusuhan diantara kita,”pungkasnya. **