Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Daerah AA LaNyalla Mahmud Mattalitti sependapat dengan pandangan Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan.
Ia menyayangkan Kerajaan dan Kesultanan Nusantara, dan juga entitas-entitas “civil society” lain, tidak bisa terlibat dalam menentukan arah perjalanan bangsa karena sejak amandemen Konstitusi 4 tahap tahun 1999 hingga 2002, yang menentukan adalah partai politik.
“Merekalah yang menjadi satu-satunya instrumen untuk mengusung calon pemimpin bangsa ini. Parpol melalui fraksi di DPR RI bersama pemerintah jugalah yang memutuskan UU yang mengikat seluruh warga bangsa,” ujarnya.
Karena itulah, tambah LaNyalla, DPD terus menggugah kesadaran publik. Terus menggelorakan, bahwa rencana Amendemen Konstitusi perubahan kelima harus dilakukan untuk memperbaiki sistem tata negara yang ada di Indonesia.
Dalam kesempatan itu, LaNyalla didampingi sejumlah senator diantaranya Bambang Santoso dan Anak Agung Gde Agung (Bali), Bustami Zainuddin dan Ahmad Bastian (Lampung), Fachrul Razi (Aceh), Andi Muh Ihsan (Sulsel), dan Erlinawati (Kalbar).
Kemudian Habib Abdurrahman Bahasyim (Kalsel), Andi Nirwana (Sultra), Ahmad Kanedi (Bengkulu), Muhammad Rakhman (Kalteng), Angelius Wake Kako dan Asyera Wundalero (NTT), Stefi Pasimanjeku (Malut) dan Habib Ali Alwi dan M TB Ali Ridho (Banten).
Di akhir acara, LaNyalla mendapatkan cinderamata berupa keris dari Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan.(qq)