
Rapor Merah Donny Sirait sebagai Kepala DLH di TPA Burangkeng
KABUPATEN BEKASI, Harnasnews – Dua tahun berkuasa di posisi Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bekasi sejak awal 2023, Syafri Donny Sirait kini menyandang status ganda yakni pejabat dan tersangka.
Meski Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah menetapkannya sebagai tersangka kasus pencemaran air sungai di TPA Burangkeng pada 12 Maret 2025 lalu, pria ini tetap kokoh mempertahankan kursinya.
Tanpa rasa canggung, Donny masih dengan gagahnya melenggang santai ke kantornya, seolah-olah dirinya tak memikul beban dosa sedikit pun. Dia tetap berkuasa mengeluarkan keputusan dan masih mengumbar senyum di hadapan publik.
Status tersangka yang kini disandangnya sebenarnya merupakan penegasan atas apa yang telah lama diteriakkan aktivis lingkungan dan warga setempat. Jeritan kebenaran yang akhirnya mendapat legitimasi hukum namun ironisnya belum mampu menggeser posisinya di kursi kekuasaan.
Rekam jejak Donny hingga terjerat sebagai tersangka dapat ditelusuri dari Prabu Peduli Lingkungan yang berakar di Desa Burangkeng. Prabu—demikian organisasi ini biasa disebut—merupakan organisasi sipil yang bergerak di bidang lingkungan hidup.
Mereka bukanlah pendatang baru. Sejak masih berbentuk komunitas lokal remaja dan pemuda, mereka telah konsisten menyuarakan keresahan akan dampak buruk TPA Burangkeng. Merekalah yang paling tahu, paling paham, paling lantang, dan mereka pula yang paling sering diabaikan.
Bertahun-tahun Prabu menyuarakan masalah pencemaran di TPA Burangkeng. Pengalaman panjang ini menjadikan mereka pemantau setia perjalanan TPA yang bermasalah tersebut.
“Sudah lama kami ingatkan bahwa TPA Burangkeng telah melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,” tegas Carsa, Ketua Umum Prabu Peduli Lingkungan saat ditemui Forum Jurnalis Penggiat Lingkungan (FJPL), Selasa (15/4/2025).
Dia mencoba memutar kembali memorinya, menelusuri jejak saat Donny pertama kali menempati kursi DLH Kabupaten Bekasi. Bayangan tentang Prabu pun hadir, dengan suara kerasnya yang menggelegar mengkritisi TPA Burangkeng.
Dalam perjuangannya, Prabu berhasil menggandeng para aktivis lingkungan dari berbagai organisasi serta warga sekitar yang merasakan langsung dampak keberadaan TPA Burangkeng.
Kisah kelam pengelolaan sampah di TPA Burangkeng sebenarnya sudah dimulai jauh sebelum Donny menjabat. Sejak era 90-an, tempat itu beroperasi dengan sistem open dumping—buang, tumpuk, tanpa pengolahan. Hanya ada gunungan sampah yang kian hari kian menjulang tinggi.
Tapi, kilas balik cerita Donny dimulai pada awal tahun 2023, tepatnya pada 19 Januari 2023 ketika bencana dahsyat terjadi di TPA Burangkeng. Saat itu Donny belum memegang tampuk kekuasaan DLH. Gunungan sampah di TPA Burangkeng longsor mengakibatkan alat berat terguling dan truk sampah terjungkal. Hanggar porak-poranda dan rumah kompos hancur. IPAS (instalasi pengolahan air sampah) atau IPAL (instalasi pengolahan air limbah) luluh lantak, sehingga leachate atau air lindi—cairan hitam berbau busuk itu—mengalir bebas ke kali alam Burangkeng.
Dua bulan pasca tragedi tersebut, tepat pada 21 Maret 2023, Donny secara resmi mengambil alih posisi Rahmat Atong sebagai Kepala DLH. Harapan warga pun melambung tinggi akan adanya pembenahan di TPA Burangkeng. Namun sayang, kenyataan berjalan jauh dari harapan. Cerita usang tentang sistem open dumping terus saja berulang, sementara air lindi dibiarkan leluasa mengalir deras memasuki hulu sungai.
Carsa juga masih jelas mengingat peristiwa di tahun 2023, ketika lahan TPA Burangkeng terpotong sekitar kurang lebih 2 hektar untuk pembangunan tol. “Tadinya 11,6 hektar berkurang jadi sekitar 9,6 hektar,” tuturnya. Tak lama kemudian, Pemkab Bekasi mengambil langkah dengan membebaskan sekitar 2 hektar lahan baru untuk perluasan, mengembalikan total luas TPA Burangkeng ke angka semula 11,6 hektar.
Di atas lahan seluas sekitar 2 hektar yang sebelumnya masih bersih itu, sampah dibuang begitu saja tanpa pengolahan apapun hingga menggunung. Praktik open dumping terus berlanjut, mengabaikan sistem controlled landfill maupun sanitary landfill yang lebih ramah lingkungan. “Ditumpuk terus dan sekarang jadi gunung sampah,” ucap Carsa sembari menggelengkan kepala.
Kesabaran para aktivis akhirnya menipis. Pada 28 November 2023, Prabu bersama para pemuda Burangkeng melakukan aksi damai di TPA Burangkeng. Mereka menuntut pembangunan IPAS atau IPAL agar limbah cair di lokasi TPA tidak dibuang begitu saja ke kali alam. “Tuntutan kami diabaikan, Donny gak pernah muncul,” ungkap Carsa kesal.
Bukannya merapikan TPA Burangkeng, Donny justru menaikkan tarif retribusi sampah yang mulai berlaku pada awal Januari 2024. Kenaikan tarif tersebut mencapai tiga kali lipat dari tarif sebelumnya. “Pembenahan gak dilakukan, tapi kenapa retribusi dinaikkan?” tanya dia heran.
Perjuangan mereka berlanjut. Pada 22 Agustus 2024, Prabu mengirimkan surat audiensi kepada Dedi Supriyadi, Penjabat Bupati Bekasi saat itu, dengan tembusan ke DLH dan Dinas Perdagangan Kabupaten Bekasi terkait pencemaran air lindi di TPA Burangkeng. Surat tersebut tak kunjung mendapat tanggapan.
Dua minggu kemudian, 6 September 2024, para aktivis melakukan aksi unjuk rasa ke Kantor Pemerintah Kabupaten Bekasi. “Donny dan perwakilan DLH gak nongol juga,” kata Carsa.
Aksi berikutnya digelar pada 18 September 2024 di TPA Burangkeng, menuntut penyelesaian pencemaran air lindi. Prabu dan aktivis lain menuntut agar sampah pasar dikelola terlebih dahulu sebelum dibuang ke TPA Burangkeng, mengingat sampah pasar menghasilkan air lindi terbanyak.
Pada 24 September 2024, Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Bekasi, Gatot Purnomo, menerima audiensi Prabu. Lagi-lagi, jangankan Donny, perwakilannya pun tak hadir. Padahal, Gatot juga mengundang Donny untuk hadir.
“Waktu itu, Gatot komitmen mau bangun rumah kompos di setiap UPTD Pasar, atau rumah kompos terpadu untuk beberapa pasar sebagai solusi agar sampah pasar dikelola lebih dulu. Tapi sampai hari ini belum ada implementasinya, baru janji belum terbukti,” ungkap Carsa.
Sementara itu, DLH di bawah komando Donny tetap bersikukuh membuang air lindi ke kali tanpa peduli untuk membangun IPAS.
Perjuangan panjang dan berat Prabu dan aktivis lingkungan lain, serta warga yang terdampak pencemaran TPA Burangkeng akhirnya mendapat perhatian dari KLH. Pada 1 Desember 2024, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq melakukan penyegelan TPA Burangkeng, menandakan TPA ini kini di bawah pengawasan KLH.
“Dari situ semua pihak menyorot bobroknya pengelolaan TPA Burangkeng yang mirip seperti TPS liar tanpa Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Sampah cuma ditumpuk jadi gunung, air lindinya dibiarin mengalir ke kali alam,” ungkapnya.
Yang mencengangkan, 11 Desember 2024, di tengah kekacauan itu, DLH di bawah kepemimpinan Donny justru pamer prestasi. Mereka mengklaim mendapatkan empat penghargaan di bidang lingkungan tingkat Provinsi Jawa Barat.
“Padahal kita tahu kinerja DLH Kabupaten Bekasi dalam pengelolaan sampah dari hulu ke hilir serta penanganan pencemaran limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) sangat buruk. Kok, bisa-bisanya dapat penghargaan?” ujar Carsa bingung.
Menyikapi hal tersebut, Prabu bersama aktivis lain dan warga setempat menggelar aksi protes pada 23 Desember 2024. Aksi tersebut juga menyuarakan persoalan air lindi yang mencemari kali.
Namun, Donny tetap absen. “Hanya ada satu orang perwakilan DLH, yang jabatannya seingat saya hanya kepala seksi. Dia menjanjikan akan membuatkan IPAS secepatnya,” cerita Carsa.
Berganti tahun, pembenahan TPA Burangkeng tak kunjung dilakukan. “Informasi yang saya dapat, pembangunan untuk pengelolaan air lindi justru rencananya akan dimulai pada Agustus tahun 2025 ini. Jelas ini tak ada komitmen dan prioritas untuk benahin TPA Burangkeng,” katanya dengan mata menyiratkan kemarahan.
Maka ketika Donny ditetapkan jadi tersangka pencemaran di TPA Burangkeng, bagi Carsa hal tersebut amat wajar dan memang sudah seharusnya dia diseret ke meja hijau. Dia berkeyakinan, kerusakan lingkungan di TPA Burangkeng seakan disengaja dan dibiarkan begitu saja, tanpa ada upaya pembenahan yang dilakukan Donny selama menjabat sebagai Kepala DLH Kabupaten Bekasi.
Dia mengibaratkan, jika Kabupaten Bekasi sebuah rumah, maka Desa Burangkeng dalam hal Ini TPA Burangkeng tak ubahnya seperti toiletnya. Toilet yang dibiarkan kumuh dan jorok, penuh tumpukan kotoran, mengepulkan bau busuk, namun tetap diabaikan seolah bukan masalah serius.
Padahal, jauh sebelumnya Prabu bersama aktivis dan organisasi lainnya sudah membuat buku kajian terkait TPA Burangkeng sejak tahun 2019. Kajian tersebut memuat 37 masalah dan solusi pengelolaan TPA Burangkeng, termasuk penanganan air lindi yang tepat. Buku ini telah berulang kali disampaikan ke Pemkab Bekasi sebagai masukan dan solusi akademik dari masyarakat yang peduli pada perbaikan lingkungan Kabupaten Bekasi.
“Dan saya yakin Donny tahu itu. Mungkin kajian kami cuma dibuang ke tong sampah,” tukas Carsa kecewa.
Di sisi lain, Carsa melihat Donny sebagai sosok eksklusif yang sulit ditemui. “Saya justru belum pernah lihat mukanya {secara} langsung. Selama ini dia gak pernah muncul mendengarkan keluhan dampak pencemaran TPA,” pungkasnya.
Kelalaian Pengelolaan TPA Burangkeng
Selain Prabu, Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Bagong Suyoto, juga telah mengikuti perkembangan TPA Burangkeng selama bertahun-tahun. Matanya telah menyaksikan pasang surut pengelolaan sampah di kawasan yang kini menjadi sorotan publik itu.
Menurut Suyoto, kelalaian Donny selama menjabat Kepala DLH Kabupaten Bekasi adalah kesalahan yang fatal, karena Donny menjadi kunci dalam pengalokasian dana untuk TPA Burangkeng. “Usulan-usulan kan harus tanda tangan kepala dinas, kepala dinas menjadi tangan kanannya bupati,” ungkapnya ketika FJPL menemuinya di kediamannya.
Selama kurang lebih dua tahun, TPA Burangkeng terabaikan di bawah kepemimpinan Donny. Gunungan sampah kian menjulang tinggi, sementara solusi hanya tersimpan di atas kertas belaka. “IPAL atau IPAS gak punya, pengolahan sampah gak punya, semua sampah masuk ke situ termasuk sampah industri, bahkan pernah kita temui ada sampah limbah medis,” ungkapnya.
Dia masih ingat saat TPA Burangkeng pernah menunjukkan harapan. Dari catatannya, di masa kepemimpinan Maulana sebagai Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) TPA Burangkeng—era sebelum Donny menahkodai DLH—TPA Burangkeng telah menunjukkan perbaikan.
“Sudah mulai ditata rapih. Waktu itu rumah kompos dan IPAS udah pernah ada. Tapi setelah Maulana pensiun, diganti macam-macam (ganti kepala UPTD), nah itu sudah mulai amburadul,” tuturnya.
Di tengah perbincangan, Suyoto memaparkan bahwa saat era Maulana, gunungan sampah di TPA sudah mulai ditutup dengan lapisan tanah atau cover soil. Metode ini berfungsi mengontrol gas metan, mencegah longsor, mengendalikan jumlah lalat, dan meredam bau busuk sampah yang sering memicu keluhan warga sekitar.
Kini, meski KLH sudah turun tangan langsung, harapan untuk pembenahan masih jauh dari kenyataan. IPAS yang seharusnya dibangun dalam waktu tiga bulan sejak TPA Burangkeng disegel menteri pada 1 Desember 2024, hingga saat ini realisasinya masih sebatas janji.
“Masalahnya mungkin dia (DLH Kabupaten Bekasi) gak punya dana tanggap darurat, atau punya tapi gak tahu dipakai buat apa. Padahal harusnya ada, karena setiap TPA wajib punya dana tanggap darurat. Jadi, kalau ada situasi darurat harus tersedia anggarannya. Membangun IPAS itu biayanya berapa sih? Dan itu nggak dilakukan sehingga jadi masalah serius,” ujar Suyoto.
Pernyataan ini dikuatkan oleh bukti yang Suyoto lihat dengan mata kepalanya sendiri. Saat mengunjungi TPA Burangkeng pada 25 Maret 2025 lalu, dia mendapati air lindi masih mengucur deras ke saluran drainase menuju kali. Dengan nada getir, dia mempertanyakan berapa banyak air lindi yang setiap harinya meracuni lingkungan.
Menurutnya, kondisi ini menjadi bukti gamblang betapa buruknya sistem TPA open dumping yang jelas-jelas menabrak aturan UU No. 32 Tahun 2009 dan UU No. 18 Tahun 2008. “Ini pelanggaran serius dan tanggung jawabnya ada di pundak Kepala DLH Kabupaten Bekasi,” tegasnya.
Bicara soal dana tanggap darurat, dia mengupas lebih dalam. “Bukan cuma untuk IPAS, dana tanggap darurat itu juga untuk mengantisipasi banyak hal lainnya. TPA itu juga harusnya punya unit pemadam kebakaran sendiri, klinik kesehatan, dan laboratorium,” tuturnya sambil menghela napas panjang.
Semakin banyak daftar fasilitas yang absen di TPA Burangkeng, semakin terang benderang kelalaian yang terjadi. “Artinya tidak ada prioritas untuk pengelolaan TPA. Dan perlu diingat, TPA itu sebenarnya hanya pembuangan sisa-sisa sampah, bukan semua sampah,” tutup Suyoto.
Untuk mendapatkan klarifikasi, FJPL mencoba mengajukan pertanyaan kepada pihak DLH Kabupaten Bekasi. Pertanyaan yang diajukan menyangkut upaya perbaikan tata kelola TPA Burangkeng selama dua tahun kepemimpinan Donny, serta alasan mengapa tidak ada pembangunan IPAS atau IPAL yang mengakibatkan air lindi terus mengalir ke kali alam.
Ketika dihubungi via whatsapp, pihak Humas DLH pada Senin (14/4/2025), hanya melempar jawaban singkat yang terkesan mengelak. “Beliau (Donny) ada acara ke Sidoarjo seminggu ini Bang,” ucap Humas DLH Kabupaten Bekasi, Dedy Kurniawan tanpa menyentuh substansi permasalahan yang ditanyakan. (Supri)