Refleksi Sistem Logistik Nasional Sifting Ke Roro Dengan Perkuatan Regulasi
BANDUNG, Harnasnews – Pusat Studi Logistik dan Pengembangan Wilayah (SAT-Logwil) berkerjasama dengan Pusat Pengkajian Logistik dan Sistem Rantai Pasok Institute Teknologi Bandung menggelar seminar nasional bertajuk “Peningkatan Kinerja Logistik di Indonesia: Refleksi, Tantangan, dan Peluang Sistem Logistik Nasional” yang di hadiri langsung oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Dalam seminar sesi satu, pembahasan terkait dengan persoalan logistik Nasional disadari sebagai masalah mendesak yang harus mendapatkan perhatian penuh oleh pemerintah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkelanjutan.
Karena, hal tersebut memberikan kepastian pemerataan pembangunan serta memastikan keterlibatan dan competitiveness Indonesia kita lebih maksimal dalam global supply chain.
Oleh karena itu, Dewan Pembina Pusat Studi Logistik dan Pengembangan Wilayah, Fary Francis memberikan beberapa catatan penting utamanya tentang biaya logistik yang masih tinggi.
Ia mengajak ITB untuk menemukan upaya-upaya yg bisa menjadi loncatan bagi penurunan biaya logistik, pada saat yg sama menjamin pemerataan pembangunan, menekan waktu tunggu.
Tak hanya itu, Fary melihat bahwa Indonesia dapat belajar dari Jepang, Uni Eropa, atau bahkan Filipina yang memiliki karakteristik geografis sama yakni archipelago dengan waktu tempuh pelayaran yg rata-rata di bawah dua hari.
“Transportasi logistik antar pulau ini akan efektif dan efisien jika memaksimalkan penggunaan roro dan ropax. Kita perlu segera melakukan switch ke arah tersebut. Cara ini bisa menekan biaya logistik,” kata Fary Francis saat memberikan materi di seminar nasional, yang di gelar di Aula Barat ITB, Kamis, (26/7/2024).
Ia menuturkan, pengalaman Jepang, Uni Eropa, dan Filipina, sudah membuktikan.
“Indonesia bisa belajar dari mereka untuk menemukan model terbaik bagi peningkatan logistik performance kita,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Puskalog Titah Yudhistira mengungkapkan ada hubungan yang sangat erat antara LPI dengan Global Competitive indeks. LPI juga berhubungan erat dengan pendapatan nasional per kapita, dimana negara dengan pendapat perkapita tinggi memiliki biaya logistik lebih rendah.
“Kesuksesan program-program pembangunan pemerintah ke depan membutuhkan kinerja logistik yang baik. Sebagai contoh, program makan bergizi gratis terkait erat dengan kinerja logistik sebab jika tidak ada perbaikan kinerja logistik, akan terjadi dan fluktuasi harga pangan di berbagai daerah dan fluktuasi harga yang dapat menyebabkan bengkaknya APBN untuk program pemerintah ini,” ujar Titah.
Untuk itu, Titah mendorong adanya regulasi baru sebagai penyegaran atau revitalisasi semangat cetak birus sislognas (Perpres 26/2012) dalam rangka mencapai tujuan sistem logistik nasional, mengingat telah terjadi perubahan dan dinamika selama dua belas tahun terakhir.
Ditempat yang sama, Atong Soekirman Asdep Peningkatan Logistik Nasional Kemenko Perekonomian, menjelaskan bahwa pemerintah sedang terus berupaya agar LPI terus meningkat dan biaya logistik terus menurun.
“Kemenko Perekonomian sedang merancang raperpres tentang penguatan logistik nasional. Tujuannya untuk menurunkan biaya logistik, menjamin ketersediaan bahan baku, menjamin ketersediaan barang, mendukung daya saing ekspor, serta kemudahan aksesibiltas antarwilayah,” kata Atong.
Lebih lanjut, Atong mengungkapkan saat ini fokus kemenko adalah dengan pendekatan constructive dengan simplifikasi bisnis proses untuk menurunkan logistik cost.