Revisi UU TNI Berpotensi Mempolitisi Militer

Menurut Direktur Eksekutif INFID Siti Khoirun Ni’mah revisi UU TNI dipandang sebagai langkah berbahaya dan menuju militerisasi institusi publik karena memperluas ruang lingkup penugasan TNI ke 16 kementerian/lembaga sipil.

“Padahal saat ini sudah banyak institusi publik di luar 16 kementerian yang diajukan, seperti Kepala Badan Urusan Logistik (BULOG), Kepala Sekretariat Presiden, serta Irjen di Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pertanian.” ujar Ni’mah.

Hal ini bertentangan dengan upaya selama dua dekade reformasi mendorong profesionalisme militer di sektor pertahanan. Langkah tersebut dapat merusak demokrasi Indonesia yang telah susah payah diraih dan menghidupkan kembali konsep “dwifungsi TNI”.

Peneliti Institute for Research and Empowerment (IRE) Dina Mariana menilai perluasan tanggung jawab TNI terjadi saat Indonesia menghadapi tantangan pembangunan berupa kemiskinan, ketimpangan pembangunan, dan tingginya pemutusan hubungan kerja.

Skandal suap dan korupsi terus terjadi pada institusi yang terafiliasi dengan TNI, seperti yang terdokumentasi dalam kasus pengadaan alat utama sistem persenjataan (2016), kasus suap korupsi satelit Kementerian Pertahanan (2021) yang mengakibatkan kerugian negara 453 miliar, serta kasus suap korupsi dana pensiun PT Asabri yang mencapai Rp 22,78 triliun.

“Kasus-kasus suap korupsi ini menunjukkan permasalahan integritas dan akuntabilitas yang kritis di dalam tubuh TNI, serta menimbulkan keraguan serius atas kemampuan TNI untuk mengelola dana publik secara efektif dan bertanggung jawab di sektor sipil.” tutur Dina. (Red)

Leave A Reply

Your email address will not be published.