RUU Perlindungan PRT Didesak Segera Disahkan Setelah 17 Tahun Mandek
“Kasus kekerasan PRT yang dilaporkan termasuk upah yang tidak dibayar, PHK (pemutusan hubungan kerja, Red.) menjelang hari raya, dan THR yang tidak dibayar,” sebut Yuni, dikabarkan dari antara.
Sementara itu, hasil survei yang dilakukan oleh Jala PRT terkait jaminan sosial untuk pekerja rumah tangga menunjukkan 89 persen dari 4.843 PRT di tujuh kota tidak mendapat jaminan kesehatan atau menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau Kartu Indonesia Sehat (KIS).
“Meskipun ada program penerima bantuan atau KIS, PRT mengalami kesulitan mengakses program tersebut, karena itu bergantung dari (persetujuan) aparat lokal untuk menetapkan (PRT) sebagai warga miskin,” terang Yuni.
Alhasil, mayoritas PRT terpaksa membayar sendiri biaya pengobatannya, sehingga banyak dari mereka terpaksa berutang dengan majikan/pemberi kerja, kata dia menjelaskan.
Sementara itu, Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Theresia Iswarini menyampaikan peringatan HUT ke-76 Republik Indonesia dapat jadi momentum bagi para pengambil kebijakan untuk mengesahkan RUU Perlindungan PRT.
Ia menjelaskan para pekerja rumah tangga sebagai kelompok terpinggirkan dan rentan sudah seharusnya mendapat perlindungan dan pengakuan atas profesinya.
“Pengakuan terhadap pekerja rumah tangga merupakan wujud (implementasi) Pancasila, dan itu sesuai dengan konstitusi Republik Indonesia, serta mendukung pencapaian SDGs,” sebut Theresia.
Hasil survei ILO pada 2015 menunjukkan ada sekitar 4,2 juta pekerja rumah tangga di Indonesia dan 84 persen di antaranya merupakan perempuan. Dari jumlah keseluruhan PRT, 14 persen di antaranya merupakan pekerja anak yang usianya di bawah 18 tahun.(qq)