Oleh: Yudhie Haryono
Tidak ada kebenaran dalam ber-Indonesia kecuali dengan berpancasila. Ini tesis besarnya. Mengapa? Karena Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, tidak hanya merupakan panduan politik dan hukum, tetapi juga menjadi pondasi moral dan budaya bagi bangsa Indonesia.
Sebagai “way of life,” Pancasila mencerminkan karakter bangsa yang anti penjajahan (dalam dan luar) sehingga berbudaya harmoni, persatuan, keadilan dan kesejahteraan sosial. Dalam konteks ini, budaya Pancasila harus dilihat sebagai proses penginternalisasian nilai-nilai Pancasila ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, mulai dari skala pribadi, masyarakat, negara dan bangsa.
Pengertian Budaya Pancasila
Budaya Pancasila adalah perwujudan nilai-nilai yang terkandung dalam lima sila sebagai dasar kehidupan sosial dan politik di Indonesia. Soekarno, dalam pidatonya pada 1 Juni 1945, menegaskan bahwa Pancasila merupakan “philosophische grondslag” atau dasar filosofi bangsa.
Soekarno mengungkapkan, Pancasila tidak sekadar dokumen negara, melainkan jiwa dari perjuangan rakyat Indonesia yang terjewantahkan dalam prinsip-prinsip dasar seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial.
Maka, budaya Pancasila adalah upaya kolektif untuk menjadikan kelima nilai tersebut sebagai dasar berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Budaya Gotong Royong sebagai Wujud Nyata Pancasila
Salah satu manifestasi utama dari budaya Pancasila adalah budaya gotong royong, yang mencerminkan sila ketiga, “Persatuan Indonesia.”
Gotong royong adalah inti dari Pancasila karena menekankan kerja sama kolektif demi mencapai keadilan dan kesejahteraan bersama. Budaya ini telah mendarah daging dalam masyarakat Indonesia, terlihat dalam aktivitas sehari-hari seperti pembangunan infrastruktur desa, pengelolaan lahan pertanian, hingga kegiatan sosial lainnya.
Sejalan dengan itu, Yudi Latif, dalam bukunya, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (2016),” menggarisbawahi pentingnya gotong royong sebagai mekanisme sosial yang memperkuat solidaritas nasional. Latif menekankan bahwa gotong royong bukan sekadar praktik tradisional, tetapi juga refleksi dari nilai-nilai demokrasi Pancasila yang mengutamakan musyawarah dan mufakat.
Tantangan dalam Menginternalisasi Budaya Pancasila Masa Kini
Di tengah derasnya arus globalisasi, budaya Pancasila menghadapi tantangan serius. Globalisasi membawa pengaruh budaya asing yang dalam beberapa hal, tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, seperti individualisme dan materialisme.
Pada tulisan terdahulu, “Pancasila: Jalan Keadilan Sosial (2023),” saya telah membahas bahwa globalisasi sering kali meminggirkan nilai-nilai kolektivitas dan gotong royong yang selama ini menjadi kekuatan bangsa. Saya berpendapat kapitalisme global dan neoliberalisme cenderung mengubah orientasi masyarakat dari kesejahteraan bersama menjadi orientasi individu dan profit berlebihan yang tamak.
Menurut saya, tantangan ini harus direspons dengan cara memperkuat identitas budaya Pancasila melalui pendidikan dan sosialisasi yang intensif.
Peran Pendidikan dalam Menanamkan Budaya Pancasila
Pendidikan memiliki peran penting dalam menginternalisasi nilai-nilai Pancasila di tengah generasi muda. Proses pendidikan yang mencakup tidak hanya pengajaran formal, tetapi juga pendidikan karakter, harus mampu menanamkan nilai-nilai Pancasila sejak dini.
Kurikulum yang menekankan etika sosial, sejarah perjuangan bangsa, dan pentingnya gotong royong adalah kunci dalam membentuk generasi yang memahami pentingnya solidaritas nasional. Menurut Daoed Joesoef (1988), “sistem pendidikan harus mampu menyiapkan pribadi bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bijaksana dalam mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam tindakan sehari-hari.
Selain itu, pendidikan informal melalui keluarga dan komunitas juga berperan dalam menumbuhkan budaya Pancasila. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat harus menjadi agen perubahan dengan menanamkan nilai-nilai kebersamaan, toleransi, dan keadilan kepada anak-anak.
Praktik Nyata Pancasila dalam Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Budaya Pancasila juga harus tercermin dalam praktik politik dan pemerintahan. Pancasila, yang menjunjung tinggi musyawarah dan keadilan sosial, seharusnya menjadi pedoman bagi pengambilan kebijakan publik.
Namun, di tengah maraknya politik pragmatis dan KKN, prinsip-prinsip Pancasila sering kali terpinggirkan.
Kali ini kita harus menegaskan Kembali pentingnya reformasi di sektor politik agar lebih mencerminkan nilai-nilai keadilan sosial yang terkandung dalam sila kelima Pancasila.
Pada akhirnya, penerapan Pancasila dalam kehidupan politik harus memastikan bahwa pemerintah berfungsi sebagai pelayan rakyat, bukan sebaliknya.
Nilai-nilai musyawarah dan mufakat, yang menjadi dasar demokrasi Pancasila, harus menjadi landasan dalam setiap pengambilan keputusan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Hal ini akan menciptakan sistem pemerintahan yang lebih inklusif, akuntabel, dan martabatif.
Kesimpulan dan Saran
Budaya Pancasila adalah jantung dari kehidupan sosial dan politik Indonesia. Dalam menghadapi tantangan globalisasi dan berbagai pergeseran nilai, penting bagi kita untuk terus memperkuat dan menginternalisasi nilai-nilai Pancasila, baik melalui pendidikan, politik, maupun kehidupan sosial.
Dengan demikian, Pancasila akan tetap relevan sebagai fondasi moral bangsa yang berorientasi pada kebersamaan, keadilan, dan kesejahteraan sosial. Sebagaimana dikatakan Soekarno, Pancasila adalah “way of life” yang harus terus hidup dan berdenyut dalam jiwa bangsa Indonesia. Semoga presiden terpilih Prabowo Subianto bersegera merealisasikannya.
Penulis: Presidium Forum Negarawan