Sebut ‘Wartawan Bodrek’ dan LSM Abal-abal Kerap Ganggu Kades, Menteri PDT Dituding Lindungi Pejabat Korup

JAKARTA, Harnasnews – Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDT), Yandri Susanto, kembali menuai kontroversi. Setelah sebelumnya menyebar undangan acara haul ibunya dengan menggunakan surat kop Kemendes PDT kini politisi PAN itu menyebut bahwa “wartawan bodrek” dan LSM abal-abal kerap mengganggu kepala desa (Kades).

Sontak saja pernyataan Yandri itu menuai reaksi beragam dari sejumlah pihak. Pasalnya, ucapan tersebut dianggap merendahkan profesi wartawan. Padahal media LSM merupakan pilar kekuasaan keempat di negara demokrasi.

Praktisi hukum Mayor CHK (Purn.) Marwan Iswandi, S.H., M.H. mengaku tidak sependapat dengan pernyataan Menteri PDT Yandri Susanto yang menyebut bahwa pengganggu kepala desa adalah “wartawan bodrek” dan LSM abal-abal.

Menurut dia, tidak bisa digeneralisir bahwa setiap profesi wartawan maupun LSM yang melakukan konfirmasi terhadap kepala desa terkait dengan penggunaan dana desa itu disebut “wartawan bodrek” atau LSM abal-abal.

“Jika kepala desa sudah benar dalam menggunakan anggaran dan sesuai aturan, kenapa harus takut dengan wartawan ataupun LSM. Jadi pernyataan Yandri yang menyebut adanya wartawan bodrek dan LSM abal-abal itu dinilai sebagai bentuk perlindungan kepada oknum kepala desa yang diduga berperilaku koruptif,” ungkap Marwan yang juga teman dekat Yandri itu saat diminta pendapatnya oleh awak media, Senin (3/2/2025).

Seharusnya, kata Marwan, Menteri PDT menyerukan kepada kepala desa agar memiliki integritas, sehingga tidak merasa terganggu dengan kehadiran wartawan maupun LSM yang hendak melakukan konfirmasi terkait penggunaan dana desa.

“Bukan sebaliknya, malah memerintahkan polisi untuk menangkap wartawan maupun LSM yang menjadi kontrol sosial. Apakah saudara Yandri telah melakukan investigasi bahwa banyak “wartawan bodrek” maupun LSM abal-abal pengganggu kepala desa,” tanya Marwan.

“Jika memang ada oknum wartawan maupun LSM yang diduga mengganggu kepala desa, seharusnya laporkan saja kepada pihak kepolisian kemudian diproses secara hukum. Bukan menggenalisir wartawan dan LSM yang konfirmasi kepada kepala desa disebut bodrek dan abal-abal,” imbuhnya.

Kendati demikian, Marwan menyebut bahwa pernyataan Yandri setidaknya dapat menjadi masukan terhadap media maupun LSM agar lebih profesional.

“Setidaknya, pernyataan Yandri itu menjadi momentum bagi wartawan agar meningkatkan kualitas jurnalistik dengan tulisan berimbang. Selain itu bagi teman-teman LSM dapat lebih mengedepankan fungsi sosial kontrolnya dengan baik,” katanya.

Lebih lanjut, peran media sangat krusial dalam mengawal kebijakan publik, termasuk mengungkap praktik korupsi di desa.

“Banyak kepala desa yang akhirnya dijebloskan ke penjara lantaran adanya pemberitaan media yang mengungkap penyalahgunaan anggaran desa. Ini bukti bahwa wartawan memiliki kontribusi dalam pemberantasan korupsi,” pungkasnya.**

Leave A Reply

Your email address will not be published.