Penandatanganan SKB itu disaksikan oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu.
Mahfud mengatakan pedoman ini diharapkan penegakan hukum terkait UU ITE tidak menimbulkan multitafsir dan dapat menjamin terwujudnya rasa keadilan masyarakat, sambil menunggu RUU masuk dalam perubahan Prolegnas Prioritas Tahun 2021.
Petunjuk teknis yang sudah ada seperti Surat Edaran Kapolri atau Pedoman Jaksa Agung, katanya, bisa terus diberlakukan.
“Sambil menunggu revisi terbatas, pedoman implementatif yang ditandatangani tiga menteri dan satu pimpinan lembaga setingkat menteri bisa berjalan dan bisa memberikan perlindungan yang lebih maksimal kepada masyarakat. Ini dibuat setelah mendengar dari para pejabat terkait, dari kepolisian, Kejaksaan Agung, Kominfo, masyarakat, LSM, Kampus, korban, terlapor, pelapor, dan sebagainya, semua sudah diajak diskusi, inilah hasilnya,” tegas Mahfud dalam siaran persnya.
Pada prinsipnya, katanya, merespons suara masyarakat bahwa UU ITE itu kerap makan korban, karena dinilai mengandung pasal karet dan menimbulkan kadangkala kriminalisasi, termasuk diskriminasi.
Oleh sebab itu, pihaknya mengeluarkan dua keputusan, yaitu revisi terbatas dan pembuatan pedoman implementasi.
“Di tengah suasana pandemi yang meningkat, kami tetap melaksanakan tugas kenegaraan dan tata pemerintahan, tadi kami berempat, saya Menko Polhukam, Menkominfo, kemudian Jaksa Agung, kemudian Kapolri, menindaklanjuti keputusan rapat kabinet internal tanggal 8 Juni 2021, yang memutuskan tentang rencana revisi terbatas UU ITE, dan pedoman implementasi beberapa pasal UU ITE, pasal 27 28 29 36,” tambah Mahfud, dilansir dari antara.
Namun, tambahnya, aspirasi masyarakat masih bisa diteruskan lagi ketika nanti dibahas di DPR atau sedang diolah di Kemenkumham.
Sementara itu, Menkominfo Johnny G Plate juga berharap pedoman implementatif dapat mendukung upaya penegakan UU ITE selaku ketentuan khusus dari norma pidana atau lex specialist, yang mengedepankan penerapan “restorative justice”.
Sehingga, lanjut Plate, penyelesaian masalah yang terkait UU ITE dapat dilakukan tanpa harus menempuh mekanisme peradilan.
“Hal ini perlu dilakukan untuk menguatkan posisi ketentuan peradilan pidana sebagai ultimum remedium atau pilihan terakhir dalam menyelesaikan permasalahan hukum. Pedoman penerapan ini berisi penjelasan terkait definisi, syarat, dan keterkaitan dengan peraturan perundangan lain, terhadap pasal yang sering menjadi sorotan masyarakat. Pedoman penerapan ini merupakan lampiran dari surat keputusan bersama yang tadi ditandatangani, mencakup delapan substansi penting pada pasal-pasal UU ITE,” kata Plate.
Berikut lampiran SKB Pedoman Implementasi UU ITE:
a. Pasal 27 ayat (1), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya, bukan pada perbuatan kesusilaan itu. Pelaku sengaja membuat publik bisa melihat atau mengirimkan kembali konten tersebut.