JAKARTA, Harnasnews – Pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan batas usia capres/cawapres yang berhasil meloloskan putra sulung presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto, kian menguatkan bahwa Jokowi tengah membangun politik dinasti.
Namun adanya persepsi publik terkait politik dinasti yang diduga tengah dibangun oleh rezim yang saat ini berkuasa, langsung dibantah oleh Ade Armando yang merupakan loyalis Jokowi.
Ade Armando menyebut bahwa sejatinya politik dinasti ada di Yogyakarta. Pasalnya, pemerintahan yang ada di daerah Gudeg itu tidak dipilih melalui proses pemilu melainkan karena garis keturunan. Baginya, itulah yang disebut politik dinasti.
Pernyataan Ade pun langsung ditanggapi keras oleh politisi PDI Perjuangan (PDI-P) Ferdinand Hutahean yang juga mantan loyalis Jokowi.
Ferdinand menyebut Ade bodoh. Sebab, membandingkan sistem pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Indonesia.
“Kebodohan akut orang ini semakin parah membandingkan keistimewaan Jogja dgn negara ini,” ungkap Ferdinand seperti dikutip dari fajar.co.id, Senin (4/12/2023).
Apalagi, kata Ferdinand, bukan pertama kalinya Ade mempersoalkan hal demikian. Ia menyebut kader PSI itu pernah mempersoalkan beberapa isu di Jogja.
“Sudah berkali-kali juga orang ini mengusik Jogja dari berbagai isu,” ujarnya.
Ferdinand pun berspekulasi. Sekiranya PSI memang memang sengaja menyerang Jogja.
“Kenapa ya, apakah kader dan caleg @psi_id ini sengaja menyerang Jogja?” tandasnya.
Diketahui sebelumnya, Ade Armando melalui unggahannya di X mempertanyakan kritik politik dinasti yang selama ini dilontarkan para mahasiswa.
“Ini ironis sekali karena mereka justru sedang berada di sebuah wilayah yang jelas-jelas menjalankan politik dinasti dan mereka diam saja,” kata Ade Armando menyindir mahasiswa di Yogyakarta.
Ade Armando mengatakan, Gubernur Yogyakarta Sultan Hamengkubuwono X tidak dipilih melalui pemilu melainkan karena garis keturunan. Baginya, itulah yang disebut politik dinasti.
“Anak-anak BEM ini harus tahu dong, kalau mau melawan politik dinasti, ya politik dinasti sesungguhnya adalah DIY. Gubernurnya tidak dipilih melalui pemilu,” jelasnya.
Seperti diketahui, Ferdinand merupakan mantan loyalis Jokowi. Direktur Eksekutif Indonesia Police Monitoring ini kerap membela Jokowi jika ada yang menyudutkannya.
Salah satunya saat sejumlah kalangan mempersoalkan keabsahan ijazah Jokowi yang diduga palsu. Bahkan dirinya menyatakan keinginannya agar semua pihak yang terkait dengan penyebaran tuduhan tersebut supaya ditangkap dan diproses hukum.
Akan tetapi setelah PDI-P pecah kongsi dengan Jokowi setelah putra sulungnya didorong maju sebagai cawapres, konstalasi politik di internal PDI-P berubah.
Sejumlah kader PDI-P yang selama ini puja puji terhadap kinerja dan sosok Jokowi kini berubah mengkritisinya.Hal itu seiring dengan keputusan Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri yang mengusung Ganjar Pranowo sebagai capres 2024.
Jokowi dalam hal ini sebagai kader PDI-P dinilai tidak fatsun terhadap keputusan partai, lantaran lebih memilih mendorong anaknya sebagai cawapres ketimbang mendukung Ganjar Pranowo.(red)