SUMBAWA,Harnasnews.com – Solidaritas Perempuan (SP),Sumbawa melakukan mediasi dengan Disnakertrans Kabupaten Sumbawa dan LTSP yakni terkait kasus JT perempuan buruh migran asal desa Utan kecamatan Sumbawa, NTB.
Melalui rilis yang disampaikan kepada media belum lama ini mengatakan bahwa JT Di berangkatkan oleh calo pada Juni 2019 pasca kepmenaker nomor 260 tahun 2015, artinya keberangkatan JT, secara unprosedural / illegal dan masuk katagori trafficking ( perdagangan manusia ).
“Saat awal di rekrut oleh calo yang bernama Najib datang bersama istri Sumiati, dengan bujuk rayu serta penjeratan hutang dalam bentuk uang fee sebesar Rp. 4 juta . Kemudian JT menandatangani surat ijin dari suami, mengurus pasport dan melakukan medikal chekup di Sumbawa bersama sponsor,”ungkap Diana Ketua SP Sumbawa.
Menurutnya, Beberapa minggu kemudian JT, bersama calo menuju Sumbawa,langsung ke bandara Sultan kaharudin Sumbawa, di antar oleh calo lapangan Najib bersama istrinya dan Arahman Rifandi sebagai sponsor di bagian kantor PT. Hosana. JT di terbangkan ke Mataram pada tanggal 17 Juli 2019. Menurut penuturan JT dan pihak keluarga dalam hal ini pihak suami atas nama HP, berada di mataram dalam hitungan jam saja, Malamnya JT di terbangkan ke Jakarta menuju penampungan sementara sebelum di berangkatkan ke Arab Saudi ( Riyadh ).
“Selama berada di penampungan selama 10 hari tanpa ada pelatihan kerja dan penampungan tersebut seperti rumah kontrakkan. Di mana mereka di tampung satu kamar ada 30 orang.
Pada tanggal 29 juli 2019 JT tiba di kota Riyadh ( Arab Saudi ), di bawa ke agency, melakukan medikal chekup dan langsung di perintahkan bekerja pada majikan pertama dengan tugas menjaga orang tua yang sakit. Dengan gaji yang di janjikan 1000 real, namun yang di terima 100 real di potong agency, gaji di kirim agency via ATM, setelah bekerja selama sebulan di majikan pertama , JT di pindahkan bekerja di majikan kedua bekerja menjaga anak yang sakit perjanjian kerja selama 6 bulan dengan gaji yang di janjikan 1200 real, namun gaji selalu di potong oleh agency. Pada bulan ke 5 setelah bekerja di majikan kedua ini JT mengalami sakit di bagian kaki yang bengkak.
Lanjut Diana, saat itu JT mencoba mengadu kepada agency namun pihak agency memarahinya, dan tetap di perintahkan untuk bekerja sampai kontrak selesai salama 6 bulan. Agency mengatakan jika ingin berobat JT harus membiyai sendiri pengobatannya. JT pun tetap bekerja sampai bulan ke 6 meski dalam kondisi sakit.
Tambah Diana, setelah kontrak kerja berakhir JT kembali ke agency dan sampai saat ini masih dalam kondisi sakit.
” Sebelumnya pada bulan maret JT menginformasikan ke pihak suami yang berada di desa Utan Sumbawa NTB, tentang kedaannya yang sakit, dan arahan suami untuk berdiskusi ke pihak agency, agar menanyakan bagaimana sikap mereka untuk masalah yang di hadapi JT, namun tidak ada respon ataupun itikad baik dari agency. Selanjutnya suami JT melaporkan kasus yang dialami istrinya ke pihak Polres Sumbawa, pengaduan masuk pada bulan Agustus 2020, namun tidak ada pemanggilan untuk tindak lanjut kasus JT.
Tanggal 3 Desember 2020, Hendra Pramudya ( suami JT ) meminta bantuan Solidaritas Perempuan Sumbawa, untuk mendampingi kasus istrinya, setelah melakukan interview dan diminta keterangan oleh pihak SP Sumbawa, menandatangani surat kuasa dan formulir pengaduan kasus, Suami JT dan SP Sumbawa melakukan pengaduan ke LTSP Sumbawa. Pada malam harinya staf migrasi SP Sumbawa ( Yeni Hikmawati ) berkomunikasi dengan Polres Sumbawa atau ke Kanit PPA menanyakan konfirmasi pengaduan kasus buruh migran perempuan atas nama JT, yang di masukkan pada bulan Agustus 2020.