Tarif Retribusi Sampah Naik, Titik Sampah Liar Dikhawatirkan Bakal Menjamur
BEKASI, Harnasnews – Kenaikan tarif retribusi pelayanan sampah belakangan ini memicu polemik di Kabupaten Bekasi. Penyesuaian tarif yang berlaku sejak Januari 2024 memunculkan kekhawatiran apakah hal ini akan efektif meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), atau malah menimbulkan dampak negatif, seperti peningkatan titik sampah liar yang dapat merusak lingkungan.
Sebagai informasi, dalam Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2023 disebutkan bahwa kenaikan tarif retribusi sampah untuk rumah kontrakan ditetapkan Rp11 ribu per bulan, rumah dengan daya listrik 900 watt ke bawah sebesar Rp15 ribu per bulan, serta rumah dengan daya listrik 1300-2200 watt sebesar Rp20 ribu per bulan. Penyesuaian tarif ini juga berlaku untuk kelompok usaha seperti katering, perusahaan, maupun rumah sakit.
Kepala dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi Doni Sirait baru-baru ini mengatakan bahwa target retribusi sampah pada 2023 sebesar Rp6 miliar telah tercapai 100 persen. Untuk 2024, target retribusi sampah dinaikkan menjadi Rp15 miliar.
Seolah berekspektasi lebih, Doni tidak lagi melihat kondisi yang terjadi sesungguhnya di lapangan. Salah satu contoh kondisi lingkungan di wilayah Kecamatan Serang Baru, Kabupaten Bekasi. Aji, warga setempat mengungkapkan, kini daerahnya sudah mirip seperti TPA Burangkeng.
Dia mengatakan, kini warganya mulai resah karena di wilayah RW nya saja terdapat lebih dari empat titik buangan sampah liar. Selain lingkungannya menjadi becek dipenuhi air sampah, sampah liar itu juga dibakar yang mengakibatkan sesak napas. “Kondisi air tanah juga sudah tidak layak minum karena berwarna gelap dan berbau,” keluh Aji.
Hal senada juga disampaikan oleh pemerhati lingkungan Moch Hendri. Dirinya membenarkan bahwa di pelosok Desa Jayasampurna sampah liar banyak ditemui berbagai titik. Sampah liar itu dibiarkan bertambah dan bahkan seolah menjadi potensi ekonomi oknum tertentu.
Dirinya pun menyaksikan sendiri kendaraan pengangkut sampah masuk ke dalam perkampungan untuk membuang sampahnya. “Seperti bukan hal yang tabu, pekarangan rumah dan kebun di wilayah tersebut menjadi miniatur TPA Burangkeng,” tandasnya.
Kondisi seperti ini sebenarnya sudah terprediksi oleh mantan Kepala UPTD TPA Burangkeng, Maulana. Pensiunan ASN ini berpendapat, jika retribusi sampah dinaikkan, maka harus dipersiapkan juga langkah untuk menghadapi resiko yang akan terjadi. Misalnya, penutupan titik-titik sampah liar, perkuat pengawasan sampah liar dan sampah yang dibuang di sungai, penindakan yang tegas untuk para pelanggar, dan lainnya.
“Jika itu tidak dilakukan, maka yang terjadi adalah para pengangkut sampah swasta yang keberatan dengan tarif baru, beresiko akan membuang sampahnya sembarangan untuk mencari opsi yang lebih murah,” kata Maulana. (Supri)