Tata Niaga Ternak dan Pakan Amburadul Ketua Komisi II DPRD Bali Minta Terbitkan Pergub
DENPASAR, Harnasnews – Timbulnya gejelok masyarakat Bali khususnya para peternak tradisional atas adanya ketimpangan harga jual ternak dan tingginya harga pakan khususunya ternak Babi, membuat Komisi II DPRD Provinsi Bali yang sudah menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) menjadi gerah.
Pasalnya, ketimpangan harga jual pakan dan ternak tidak seimbang menunjukkan buruknya tata kelola niaga ternak yang diatur pemerintah dan stakeholder. Padahal, apa yang menjadi keluhan para petani dan peternak kecil seyogyanya diproteksi dengan kebijakan Gubernur Bali.
Anggota Komisi I DPRD Provinsi Bali, IGK Kresna Budi mengatakan, berdasarkan hasil RDP dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu bernomor B.08.593.43/26437/PSD/SETWAN, pada tanggal 21 Agustus menghasilkan 5 Point aspirasi.
Di mana per tanggal 19 Juni 2023., salah satunya usulan kepada Ketua DPRD Bali agar regulasi pengiriman babi ke Kalimantan agar lebih efisien dan mengurangi resiko penyebaran penyakit.
Terkait hari hak tersebut, kata dia, banyaknya keluhan petani terkait tidak seimbangnya harga jual Babi dan harga pangan yang semula Rp 1.100.000 menjadi Rp Rp 2.200.000 menunjukkan situasi yang abnormal di pasar.
“Situasi tidak seimbangnya harga akan salah satunya naiknya harga bahan baku pakan ternak semacam jagung, seharusnya segera ditindak lanjuti guna menekan tingginya harga pakan,” tegas Kresna Budi kepada wartawan di kediamannya, Rabu (13/9/2023).
Padahal kata Kresna, DPRD Provinsi Bali telah memberi rekom kepada Gubernur, terkait dengan distribusi ternak untuk mengantisipasi harga babi.
Pihaknya juga mengusulkan kepada Gubernur ketika memasuki musim hujan, permasalahan pertama adalah pakan bahan dasar pakan itu jagung, mudah mudahan program penanaman jagung itu segera dilakukan di daerah Bali.
“Yang kedua pendistribusian ternak yang selama ini tidak teratur, perlu diatur oleh Pemerintah atas dasar rapat kerja kita dengan Dinas terkait perizinan, pertanian dan peternakan, rekomendasi dari DPRD Bali pada tanggal 21 Agustus harapan kita kepada penjabat DPRD Bali supaya rekomendasi segera dilaksanakan untuk bagaimana dari pada mengatur peternakan di Bali,” ungkap Kresna Budhi.
Dia pun menceritakan saat ini Bali memiliki peternakan yang besar ada Kabupaten Klungkung, Bangli, Gianyar, Badung dan Tabanan, hampir setengah Kabupaten di Bali selama ini ada perusahaan besar yang diduga ikut bermain.
“Kita harapkan, ada spesifikasi porsi porsi yang harus di ambil ada porsi yang besar ada untuk kerakyatan harus itu diatur,” jelasnya.
Ia berharap agar harga pakan mengikuti bahan baku. Oleh karenanya pemerintah membuat harga eceran tertinggi (HET) yang disesuaikan dengan pasar namun ada standar dasar.
Dia pun mempertanyakan, sebelum adanya penyakit ASF dan PMK, ASF yang pertama 2019, biaya pakan 1 ekor babi Rp1,3 juta justru penyakit banyak namun harga pakan naik.
“Ini saya curiga populasi babi di wilayah lain menurun tapi harga pakan kok naik, jangan jangan Bali yang menyusui perusahaan ini, sampai sekarang pun biaya pakan menjadi Rp 2,2 juta atau naik hampir 100% ini menjadi kecurigaan kami,” imbuhnya.
Ia mengatakan, bahwa populasi babi di peternakan Sumatra, Jawa, Kalimantan, Pulau Bulan telah habis. Artinya, ini terjadi surplus pakan.
“Apakah harus disubsidi Bali ini yang penting ditelurusi, populasi peternakan Indonesia menurun sedangkan produksi pakan masih tetap harusnya Bali menikmati yang namanya harga pakan, tolong kami mohon langkah langkah awal kami mengerti progam penanaman butuh waktu, yang cepat adalah bagaimana distribusi jalur, distribusi ternak itu kenapa kita harus belajar dari pada apa yang dialami, setelah ternak kena penyakit habis inilah terjadi sekarang tapi Bali beruntung kita jaga kesehatan ternak,” ucap Kresna Budi.
Kata dia, penyebaran penyakit yang utama itu dari alat angkut, dan selama ini belum dilakukan secara maksimal justru perizinan mengizinkan, lebih banyak jalan darat sedangkan kita rekomendasi untuk ke Jawa melalui pelabuhan Gilimanuk, untuk ke Kalimantan ataupun ke Sulawesi melalui pelabuhan Celukan Bawang, di atur sedemikian rupa terutama pasar, penyebaran penyakit ini yang menjadi kendala kendala.
“Harus ada tindakan karena ini menyangkut orang banyak, ada waktu nya berpolitik ada waktu kerja ada hal hal yang mendasar kebutuhan pokok, ini kebutuhan daging itu pokok ini yang menjadi perhatian pemerintah Bali,” ucap dia
Krusna berharap agar tata niaga di semua sektor tidak dilepas begitu saja. artinya hidup orang banyak diatur oleh Undang-undang, tidak ada yang monopoli. “Untuk itu negara harus hadir, kita harapkan Perusda segera ada di Bali peternakan ada sapi, ayam babi , tapi kita tidak punya pabrik pakan kita dorong untuk bikin pabrik, kita harapkan di Kabupaten – Kabupaten yang ada di Bali segera, kalau di Bali ada pabrik pakan bagus jangan dilepas begitu saja harus dikontrol oleh pemerintah,” harap Ketua Komisi II DPRD Provinsi Bali.
Adapun poin hasil RDP Komisi II DPRD Provinsi Bali sebagai berikut:
1. Agar dibuatkan regulasi terhadap pengaturan keluar masuknya ternak yang di antar pulaukan untuk mengantisipasi terhadap pencegahan penyakit ASF (African Swine Fevert) dan PMK (Penyakit Mulut dan Kuku).
2. Disepakati Pelabuhan Pelabuhan yang akan mengantar pulaukan ternak di usulkan agar dibuatkan Pergub.
3. Regulasi Pengiriman lalu lintas ternak di dalam perjalanannya agar diawasi oleh Komisi ll DPRD Provinsi Bali.
4. Menegaskan kembali supaya Rekomendasi Ketua DPRD Provinsi Bali Tanggal 19 Juni 2023 nomor B.08.593.43/20228/SETWAN, dimana pada point (2) di jelaskan pengiriman babi ke Kalimantan melalu Celukan Bawang waktunya lebih efisien sehingga bisa mengurangi resiko terhadap penyebaran penyakit, kesetresan ternak, dan keefisien waktu di dalam perjalanan menuju tempat tujuan.
5. Agar rekomendasi ini di tindak lanjuti oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Bali sebagai leading sektor utama dalam pengajuan awal masuknya pengantar pulaukan ternak. (Budi/Cvs)