
Oleh: Dr. Adi Suparto SH, MH
Sudah lewat dari seratus hari pemerintahan Prabowo-Gibran, sebagian besar rakyat mengapresiasi kinerjanya. Janji sakral saat kampanye telah mulai menunjukkan bukti khususnya terkait korupsi. Hingga pertengahan Maret ini, langkah tegas Prabowo semakin nyata. “Saya tidak akan mundur menghadapi koruptor dan mafia manapun”. Penegasan itu disampaikan di depan Panglima TNI dan Kapolri. Namun demikian masih banyak yang tidak menyadari bahwa pemerintahan Prabowo Subianto telah membuat kejutan dengan berbagai fenomena di luar dugaan dan tebakan.
Munculnya ragam peristiwa kebijakan yang tidak disangka-sangka (Makan Bergizi Gratis, Check-up Kesehatan Gratis, efisisensi anggaran, hilirisasi SDA, Merging BUMN hingga pemberantasan korupsi yang masif).
Penulis ingin menyoroti khusus fenomena terakhir, sepanjang awal tahun 2025, pemberitaan nasional nyaris tidak pernah sepi dari pengungkapan sejumlah kasus korupsi.
Di antara sederet kasus korupsi yang dibongkar, kerugian negara nyaris mencapai ribuan triliun. Praktik korupsi yang hampir tidak pernah tersentuh pada era sebelumnya.
Terbongkarnya kasus megakorupsi ini menimbulkan banyak kontroversi di kalangan publik. Ada yang beranggapan ini merupakan kado awal yang buruk bagi pemerintahan Prabowo-Gibran.
Sementara, lainnya menilai fenomena ini menunjukkan adanya komitmen yang kuat dari seorang Prabowo untuk memberantas korupsi di Indonesia sampai ke akarnya.
Lantas, mana yang benar di antara opini yang berkembang di masyarakat menanggapi fenomena maraknya kasus korupsi yang terkuak ke ruang publik?
Eri Irawan, pemerhati masalah korupsi dari Surabaya, menaruh harapan besar “di awal pemerintahan Prabowo ini, agar tidak tebang pilih kepada siapapun yang telah menyebabkan terjadinya korupsi secara ugal-ugalan” (seperti terlihat dalam top klasemen Mega korupsi di Indonesia) .
Diam Berkeringat
Mencermati keterbelahan persepsi publik terkait indeks korupsi yang terjadi hari-hari ini bagi penulis sendiri lebih condong ke sisi optimistis atau positif.
Penulis menilai terungkapnya praktik korupsi belakangan ini bukan bermakna preseden buruk bagi pemerintahan Prabowo-Gibran, melainkan sebuah bukti nyata tegasnya kepemimpinan Prabowo memerangi korupsi.
Jadi, penilaiannya bukan terbalik, bahwa ini merupakan situasi paradoks dari janji seorang Prabowo menumpas korupsi sampai ke akar-akarnya.
Akan tetapi, kondisi hari ini justru menunjukkan satu proses liniearitas antara apa yang dijanjikan Prabowo sebelumnya (baca: melawan korupsi) dengan realitas lapangan yang terjadi di masa kepemimpinannya.
Prabowo adalah sosok tegas, santai, dan kalem dalam bertindak, namun hasilnya membuat publik tercengang.
Figur inilah yang telah mengawali pembuktian di awal masa menjabat sebagai presiden RI dengan aneka kebijakan dan program yang digulirkan.
Prabowo adalah tipe pemimpin “silent is golden” alias diam itu berharga. Prabowo tidak ingin sekadar “omon-omon” sana sini dalam memerangi korupsi.
Ia cukup membuktikan perkataannya dengan mengerahkan seluruh mesin pemerintahan untuk bertindak sesuai visi dan misi yang telah dicanangkan di awal.
Korupsi sebagai salah satu penyakit mematikan bagi pembangunan bangsa telah diamputasi sedemikian rupa oleh Prabowo melalui institusi penegak hukum hari-hari ini.
Di awal tahun ini, gebrakan Kejaksaan Agung RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) begitu masif terjadi.
Satu per-satu kasus korupsi yang selama ini tidak pernah terungkap pelan-pelan mulai terbongkar. Kalau bukan komitmen seorang Prabowo, ini mustahil terkuak.
Untuk itu, semua fenomena yang menyeruak belakangan adalah residu yang harus dibersihkan untuk memulai pemerintahan baru yang bersih dan berintegritas.
Prabowo kini mulai membuktikan itu dengan memerintahkan seluruh aparat penegak hukum untuk bekerja membongkar kasus-kasus korupsi yang ada.
Banyak Kasus Besar Terbongkar
Terbongkarnya sejumlah kasus korupsi besar mulai dari korupsi timah dengan kerugian mencapai Rp272 triliun, korupsi Lembaga Pebiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan kerugian menembus Rp11,7 triliun, korupsi dana iklan Bank BJB dengan kerugian mecapai Rp801miliar, dan yang fenomenal adalah korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina yang melibatkan orang-orang terhormat menyentuh angka Rp968,2 triliun.
Apa yang bisa dimaknai dari peristiwa ini, tak lain dan tak bukan, bentuk ketegasan seorang Prabowo di belakang layar yang tidak disadari banyak pihak.
Dapat dimaknai bahwa Prabowo sedang bekerja dalam diam. Diam yang penuh keringat. Banyak juga yang mengatakan bahwa ini operasi Sandi Yudha. Biarkan publik terbuka mata dengan melihat seabrek kebobrokan yang selama ini tertutupi dan baru terbongkar di masa kepemimpinannya.
Baru akhir-akhir ini Prabowo mencoba muncul ke publik untuk sekadar memberikan pesan peringatan ke pihak-pihak yang mencoba merampok uang negara/dana publik.
Ia dengan tegas mengecam mereka agar berpikir dua kali jika mencoba-coba mencuri dana publik. Jika tidak ingin bernasib sama dengan mereka yang hari ini telah kedapatan basah, maka harus bertindak disiplin dan sesuai dengan arahan presiden.
Prabowo bahkan tidak segan-segan mengatakan akan memerangi korupsi sampai ke akar-akarnya, bahkan pada suatu kesempatan saking geramnya Prabowo mengatakan “akan membangun penjara di pulau terpencil agar mereka tak bisa kabur”.
“Pernyataan ini harus ditafsirkan secara serius dan jeli.
Mengingat Prabowo sedang tidak main-main dengan praktik korupsi ini. Ia akan menyikat habis siapa saja yang mencoba abai dari perintah dan larangannya.
Kasus korupsi yang telah terbongkar cukup menjadi pesan penting Prabowo ke mereka yang belum ketangkap dan yang akan coba merampok.
“Jangan sampai”. Bahasa ini penting sekali untuk ditanamkan dalam diri seorang pejabat publik ataupun mereka yang berurusan dengan anggaran publik.
Jika mereka masih menginginkan karir yang panjang, maka “jangan coba-coba” menuruti hawa nafsu dengan menilap uang negara. Ujungnya sudah bisa ditebak, tidak akan lama lagi menikmati udara segar dan kemewahan yang dimiliki.
Penulis: Analis Politik dan Kebijakan Publik