SUMBAWA, Harnasnews.com – Front Pemuda Peduli Keadilan (FPPK)- Pulau Sumbawa melalui Ketuanya Abdul Hatap menegaskan jika dirinya sangat mengecam tindakan direktur RSUD dr. Dede Hasan Basri terkait dengan adanya perjanjian kerjasama penggunaan alat CT SCAN 128 SLICE.
Menurutnya, didalam perjanjian kerjasama tersebut sangat merugikan RSUD Sumbawa.
“Dimana dalam surat perjanjin kerjasama tersebut tertuang dalam pasal 8 pihak kesatu menyediakan minimum pasien untuk tindakn CT SCAN yaitu 15 (lima belas) pemeriksaan per-hari, apabila dalam satu hari jumlah pemeriksaan kurang dari 15 (Lima belas) pemeriksaan maka pihak kesatu akan tetap membayarkan sejumlah minimal 15 (lima belas) pemeriksaan perhari,”ungkapnya hatap melalui rilis media yang dikirim tadi malam melalui whatshap kepada wartawan media ini Senin (5/7).
Lanjut Hatap, jadi dari dalam surat perjanjian kerjasama pasal 8 tersebut sangat merugikan RSUD Sumbawa karena sampel dari data prolehan penggunaan alat CT SCAN pada bulan Februari berjumlah hanya 78 pemeriksaan, bulan Maret berjumlah 129 pemeriksaan dan bulan April berjumlah 151 pemeriksaan, jadi dalam 3 bulan tersebut menimbulkan kerugian RSUD sumbawa senilai Rp.326.240.000.
“Dari kerugian tersebut menjadi pertanyaan kami siapa yang menutupi pembayaran kepada pihak ketiga, dan selanjutnya kalau mengacu didalam surat perjanjian kerjasama, pihak kesatu harus memenuhi target berjumlah 360 pemeriksaan dalam satu bulan 24 hari dan mutlak merugikan RSUD sumbawa, bahkan dalam surat perjanjian kerjasama pasal 5 point 3 menjelaskan bahwa alat CT SCAN tetap menjadi MILIK pihak kedua setelah berakhir perjanjian kontrak kerja,”tukasnya.
tentunya kata Hatap, berdasarkan data tentang alat CT SCAN ia menyimpulkan tidak ada keuntungan bagi RSUD.
Selain itu kata Hatap (FPPK) Pulau Sumbawa menegaskan kembali kepada direktur RSUD Sumbawa berdasarkan hasil hearing komisi VI DPRD Sumbawa, jasa 40% jasa pelayanan dalam bulan juli tahun 2021 ini harus diberikan hak kepada karyawan, karena hal tersebut murni hak karyawan.
Sementara itu menurut Direktur Centre For Advovation Sosial And Ekonomi Development (Cased) Institut Andi Rusni menegaskan bahwa Direktur RSUD Harus Diberhentikan. Karena Ketika kekuasaan melekat maka semua data dan informasi itu bisa saja disembunyikan. “Sehingga memperkecil ruang penegak hukum termasuk inspektorat untuk melakukan penyelidikan terhadap hal ini Kemudian yang kedua yang kami rekomendasikan untuk meng audit investigatif manajemen RSUD jika ditemukan persoalan hukum yang kami sampaikan maka harus dilakukan penuntutan hukum,”singkat Andis.
Sementara menurut Direktur RSUD Sumbawa dr. Dede Hasan Basri menegaskan bahwa sebenarnya persoalan itu tidak harus ke DPRD Sumbawa. Karena hal tersebut merupakan masalah rumah tangganya.
Lanjutnya, di BLUD tiga kali diaudit yakni bulan 9, bulan 12 dan bulan 1 dan 2. Dan yang melakukan auditor itu adalah BPKP, Inspektorat, dan BPK.
Dede menyebutkan jika ada karyawan tidak sejahtera dirinya siap mundur dari jabatan.
“Kalau ada karyawan rsud yang tidak sejahtera maka saya siap untuk mundur dari direktur RSUD Sumbawa,” tegasnya.
Ia mengakui soal total utang RSUD Sumbawa Rp 20 miliar, namun sudah dibayar Rp 7 miliar. Sedangkan sisanya Rp 13 miliar.
“Jadi kalau masalah pendingan itu tetap akan kita bayar. Dan bulan juli ini akan kita tuntaskan,”imbuhnya.(Man)