
SUMBAWA,Harnasnews – Konflik agraria menjadi persoalan yang sering menimbulkan konflik ditengah masyarakat, Kali ini terjadi di masyarakat Kabupaten Sumbawa wilayah timur yakni Desa Mulya kecamatan Labangka, Desa Plampang dan Desa Teluk Santong Kecamatan Plampang, dengan pihak perusahaan PT. Sumbawa Bangkit Sejahtera (SBS) dan menjadi perhatian juga di semua kalangan.
Menyikapi hal itu, Pemda Sumbawa melalui Kepala Bidang Pertanahan Dinas PRKPSurbini, SE.,MM., menyatakan bahwa, Pemda Sumbawa telah mengeluarkan SK ijin membuka lahan ke masyarakat wilayah timur Sumbawa tersebut pada tahun 2000. Dan kemudian pada tahun 2013 Pemda juga telah memberikan izin lokasi untuk pembangunan kegiatan tanaman sisal seluas 1.245,42 Hektar, ungkapnya.
Adapun lokasi tanah yang diberikan tersebut terletak di Desa Mulya kecamatan Labangka, Desa Plampang dan Desa Teluk Santong Kecamatan Plampang, terang Surbini pejabat low profile ini, tentunya ijin lokasi itu digunakan sebagai dasar perolehan yang dilakukan secara langsung oleh perusahaan PT. Sumbawa Bangkit Sejahtera (SBS) dan ijin lokasi ini berlaku 3 tahun serta perolehan tanah harus diselesaikan dalam jangka waktu ijin lokasi.
Lanjut Surbini katakan, perolehan tanah oleh pihak perusahaan sebagai besarnya berasal dari ijin membuka lahan tanah tahun 2000.
Untuk itu, pembebasan tanah tersebut dilakukan sendiri oleh perusahaan dengan bentuk panitia pembebasan tanah sendiri oleh pihak perusahaan bukan dari pihak Pemda, tegasnya.
Menurutnya, usai pembebasan tanah oleh pihak perusahaan, semestinya segera melakukan pengamanan aset dengan penguasaan lahan fisik dan pengajuan permohonan hak atas tanah atau sertifikat HGUnya.
Dan seiringnya dengan berjalan waktu ternyata masih muncul persoalan (ada sebagain masyarakat yang belum selesai atau luas tanahnya), tuturnya.
“Kami berharap agar persoalan ini bisa diselesaikan dengan musyawarah, keluarga antara pihak perusahaan dan masyarakat.
Jika tidak ada titik temu dengan musyawarah mufakat tersebut maka bisa melalui jalur hukum agar tidak terjadi konflik horizontal di lapangan,” pinta Surbini.
Kemudian saat hearing di gedung Dewan, pada Kamis (5/1-2023) lalu, ungkap Surbini, pihak masyarakat klaim lahan yang dikuasainya merupakan areal penggunaan lain (APL) dan diluar tanah yang dikuasai oleh pihak perusahaan tersebut.
Masih kata dia, ketika pertemuan di kantor Bupati Sumbawa pihak perusahaan menyatakan bahwa, batas tanahnya berbatasan langsung dengan kawasan hutan.
“Nah!, dalam hal sengketa batas maka perlu penyelesaian dengan keterlibatan banyak pihak termasuk BPN dalam hal batas HGU, BPKH terkait batas kawasan hutan, pihak perusahaan terkait batas tanah yang telah dibebaskan dan pihak masyarakat dengan batas penguasaannya dll,” harap Surbini.
Bahkan bilamana ada hearing kedua lagi nantinya di DPRD agar semua pihak bisa dihadirkan baik dari pihak perusahaan, panitia pengadaan tanah dari pihak perusahaan, masyarakat maupun BPN dan BPKH, pungkasnya (HR)