JAKARTA, Harnasnews.com – Para kader dan simpatisan Partai Golkar boleh berbangga hati setelah Airlangga Hartarto berhasil lolos untuk kembali menahkodai partai berlambang pohon beringin itu, sebagai calon tunggal yang dipilih secara aklamasi dalam Musyawarah Nasional yang digelar sejak Selasa (3/112/2019) kemarin.
Dengan demikian, Airlangga berhak memimpin kembali sebagai pucuk pimpinan partai terbesar kedua untuk periode 2019-2024.
Namun demikian, dibalik itu semua justru tantangan berat Airlangga yang akan dihadapi justru Pilpres 2024. Pada saat itu merupakan ajang pertandingan dan kompetisi yang sebenarnya.
Pengamat kebijakan politik dari Center of Public Policy Studies (CPPS) Bambang Istianto mengungkapkan, kemenangan aklamasi bukan segalanya. Boleh jadi genggeman kekuasaan diperoleh 100 persen dari pendukungnya tidak lain dan juga tidak terlepas berkat sentuhan tokoh serba yang bisa.
“Karena itu Airlangga tidak boleh terlena dan jumawa. Partai Golkar sebagai partai modern selama ini mengedepankan tradisi demokrasi yang elegan. Setiap kali pemilihan pucuk pimpinan partai menggunakan voting. Dengan sistem tersebut semaraknya demokrasi lebih terasakan,” ungkap Bambang dalm keterangan tertulisnya yang diterima wartawan, Kamis (5/12/2019).
Bambang menyebut, bukan berarti aklamasi tidak demokratis. Karena aklamasi juga termasuk mekanisme sah dalam demokrasi. Mungkin saja dirasakan hambar seperti ibarat makan kurang garam namun suasana saling adu argumen tidak redup tapi tetap semarak.