JAKARTA, Harnasnews.com – Gelaran musyawarah daerah (Musda) Partai Golkar di beberapa daerah akhir-akhr ini berujung terjadinya (sengkarut) konflik internal. Elite partai di daerah tersebut terpecah atas kubu yang notabene terkait dengan elite partai di level nasional. Bagaimana nasib partai di pemilu 2024, inilah persoalan Golkar di tengah perkembangan politik tanah air dewasa ini.
Direktur eksekutif Progress Indonesia (PI) Idrus Mony mengungkapkan bahwa fenomena ini memperlihatkan suatu keadaan, apakah situasi dan kondisi demikian menjadi indikasi buruknya menajemen partai senior ini, dan apakah hal ini sekaligus mencerminkan semakin menurunnya citra partai baik internal maupun eksternal atau di tengah publik yang punya semakin banyak pilihan partai politik jika seperti itu bisa dikatakan?
Idrus mengatakan, merunut sedikit ke belakang, pasca reformasi tubuh partai yang pernah mendominasi perpolitikan di tanah air menunjukkan bahwa konflik internal nyaris mengiringi suksesi kepemiminan baik nasional maupun di daerah.
Menurut dia, jika sebelumnya konflik tersebut lebih level elite nasional namun belakangan konflik internal menjadi bagian dari suksesi kepemimpinan di daerah atau lokal yang dapat dilihat dari musyawarah daerah (Musda) Partai Golkar di sejumlah daerah. Sebut misalnya musda Golkar di Cirebon, Indramayu, Medan atau Sumut, dan musda Golkar di Kota Bekasi. Semua ada saja alasannya yang membuat tumbuhnya konflik saat Musda akan digelar
Konflik elite partai di daerah saat akan melaksanakan Musda tersebut kelihatan sekali terkait dengan kepentingan elite di pusat. Tanpa harus menyebutkan siapa yang bermain, intinya adalah tubuh partai beringin di daerah sebagai ujung tombak dalam mendulang suara pada pilkada maupun pemilu nasional – karena di level inilah suara yang diharapkan dapat didulang – terpecah belah yang membuat partai persaingan internal akan membuka “aib” partai ke ruang publik.
Seperti yang terjadi saat ini masing-masing elite akan membeberkan keburukan dan kelemahan lawan yang menjadi pesaing dalam Musda dan untuk mendapatkan simpatisan kader dengan harapan dirinya akan terpilih menjadi pimpinan atau ketua partai di daerah tersebut.
“Siapa yang tidak tahu jelang musda Golkar Kota Bekasi misalnya, muncul tiga atau empat kandidat yang masing-masing punya ambisi merebut singgasana kekuasaan yang kini dipegang Plt Ade Puspita Sari, seorang kader millineal yang punya potensi untuk memimpin partai dilihat dari karier politiknya yang moncer jika dibandingkan dengan pesaingnya kader lain di Golkar Kota Bekasi,” ungkap Idrus kepada wartawan di Jakarta, Senin (28/9/2020).
Meskipun berbagai tudingan diarahkan pada anak mantan ketua Golkar Kota Bekasi yang kini masih menjadi wali kota, H Rahmat Effendi akan tetapi tudingan-tudingan itu justeru membuka nilai lebih Ade dimata publik yang mengikuti dengan terus menerus.
“Karena, serangan pesaingnya yang melemparkan isu menyerang Ade justru akan membuka kelemahan sang penyerang dan pada gilirannya tubuh partai di daerah akan lemah di mata publik. Meskipun hal itu juga menjadikan para kandidat lebih dikenal publik, seperti Ade Puspita Sari, seorang anggota DPRD Jawa Barat atas suksesnya pada pemilu lalu tidak begitu diketahui jika tidak terjadi konflik antar kandidat jelang Musda tersebut,” ucap Idrus.