Tidak Dipagari Ideologi Partai, DPR Perseorangan Bakal Maksimal Perjuangkan Aspirasi

Selain itu, ada pula unsur Utusan Golongan dan Utusan Daerah yang semuanya menjadi anggota dari Lembaga Tertinggi Negara bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Ditegaskan LaNyalla, hanya sistem Demokrasi Pancasila yang memiliki Lembaga Tertinggi yang mampu menampung semua elemen bangsa sebagai bagian dari penjelmaan rakyat. Itulah konsepsi sistem bernegara kita yang tertuang di dalam Naskah Asli Undang-Undang Dasar 1945.

“Esensi dari Pancasila dengan sebuah Sistem Demokrasi Tersendiri, arau khas Indonesia itu adalah sarana yang mampu menjalankan sistem demokrasi di sebuah negara yang memiliki konfigurasi sosial, budaya, ekonomi dan geografis yang amat kompleks,” kata LaNyalla saat menyampaikan Keynote Speech pada acara tersebut.

Dalam Demokrasi Pancasila, LaNyalla melanjutkan, terdapat wakil-wakil yang dipilih melalui Pemilu dan utusan-utusan yang diutus untuk berada di MPR. Wakil-wakil yang dipilih adalah peserta Pemilu. Sedangkan wakil-wakil yang diutus adalah mereka yang diusung dan diberi amanat oleh kelompok mereka.

Dengan demikian, Lembaga Tertinggi Negara itu berisi anggota DPR yang dipilih dan Utusan Daerah serta Utusan Golongan yang diutus.

“Oleh karena itu, sebagai tawaran penyempurnaan Undang-Undang Dasar naskah asli melalui amandemen dengan teknik adendum, saya mengusulkan agar Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR, tidak hanya diisi oleh Peserta Pemilu dari Unsur Partai Politik saja, tetapi juga diisi oleh Peserta Pemilu dari Unsur Perseorangan,” terang LaNyalla.

Nantinya, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang juga dipilih melalui Pemilu dari Unsur Perseorangan berpindah menjadi satu kamar di DPR RI. Karena pada hakikatnya mereka sama-sama dipilih melalui Pemilu Legislatif.

Menurut LaNyalla, setidaknya ada tiga dampak positif dengan adanya anggota DPR RI peserta Pemilu dari Unsur Perseorangan. “Pertama, memperkuat mekanisme check and balances terhadap eksekutif. Kedua, mencegah koalisi besar partai politik dengan pemerintah yang merugikan kepentingan rakyat. Ketiga, sebagai penyeimbang dan penentu dalam pengambilan keputusan-keputusan penting di DPR RI,” jelas LaNyalla.

Dengan begitu, Senator asal Jawa Timur itu yakin keputusan yang diambil oleh DPR RI tak hanya dikendalikan oleh ketua umum partai politik saja, karena anggota DPR RI dari Unsur Perseorangan tidak mempunyai ketua umum.

Sedangkan Utusan Daerah dan Utusan Golongan harus diberi hak untuk memberikan pertimbangan yang wajib diterima oleh DPR RI dalam penyusunan Undang-Undang. Hal itu sekaligus sebagai penguatan fungsi Public Meaningful Participation atau keterlibatan publik dalam penyusunan Undang-Undang.

“Sehingga hasil akhirnya, kita memperkuat sistem bernegara yang telah dirumuskan para pendiri bangsa, tanpa mengubah struktur atau konstruksi sistem bernegara, di mana penjelmaan rakyat harus berada di Lembaga Tertinggi Negara,” ulas LaNyalla.

LaNyalla hadir bersama Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin, Plt Kepala Puskadaran DPD RI Ahmad Djunaedi, Kepala Bidang P4 Pusperjakum DPD RI Anies Mayangsari.

FGD menghadirkan narasumber Dr. Radian Salman, S.H.,LL.M, (Pasca Unair) Dr. Kris Nugroho (Fisip Unair), dan Ghunarsa Sujatnika, S.H., M.H. (Pusat Studi HTN FH UI), dan moderator Dr. Suparto Wijoyo S.H.,M.Hum (Pasca Unair).

Dari pihak kampus hadir Rektor yang diwakili oleh Wakil Direktur 2 sekolah Pasca Sarjana Unair Prof.Dr. Sri Pantja Madya Wati. Sementara para penanggap di FGD tersebut adalah Dri Utari C., S.H,LL.M dari FH Unair, Dr. Umar Sholahudin FISIP UWK, Seto Cahyono S.H. MH dari Asosiasi Pengajar HTN HAN Jawa Timur, Jamil S.H. MH (Bawaslu), Dr. Hananto Widodo Unesa, Dr. Carur Widoharuni FH dari UMM, Dr. Ahmad Siboy dari FH Unisma, Dr. Subekti FH Unitomo dan Gerry Pratama BEM Unair. (Red)

Leave A Reply

Your email address will not be published.