TPA Burangkeng Disorot Kementerian LH, Bagong Suyoto Desak Sanksi Tegas
KAB. BEKASI, Harnasnews – Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Bagong Suyoto, mendukung langkah Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendali Pengelolaan Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) yang mengirimkan surat peringatan kepada 306 kepala daerah terkait pengelolaan tempat pembuangan akhir (TPA) dengan sistem timbun terbuka (open dumping).
“Sebanyak 306 kepala daerah yang disurati Direktur Penanganan Sampah KLH, salah satunya kepala daerah Kabupaten Bekasi, masuk list. Anggap saja masuk target. Hal ini berkaitan dengan pengelolaan TPA open dumping yang dilakukan selama ini menimbulkan pencemaran lingkungan semakin massif dan ancaman bagi warga sekitar,” kata Bagong dalam keterangan pers, Jumat (15/11/2024).
Bagong yang juga pembina Prabu Peduli Lingkungan menjelaskan, pada 7 November 2024 zona B TPA Burangkeng yang merupakan zona baru mengalami longsor saat hujan. “Beberapa kali tumpukan sampah di TPA tersebut longsor menutup drainase, jalan, IPAS, gudang, dan rumah kompos. Kasus terparah terjadi pada tahun 2021,” ujarnya.
“Sejak tahun 2000-an, pengelolaan TPA ini sangat buruk dan sarat dengan praktik-praktik korupsi, suap, gratifikasi yang merupakan ciri dari pemerintahan yang buruk,” ungkapnya.
Bagong mengatakan, warga sekitar bersama sejumlah aktivis lingkungan telah berkali-kali melakukan aksi demo dan protes, termasuk menutup TPA Burangkeng. Namun, aksi tersebut tidak pernah mendapat tanggapan dari pemerintah daerah. “Permasalahan di TPA Burangkeng justru semakin bertambah dan kompleks,” ujarnya.
Karena itu, lanjut Bagong, KPNas bersama Yayasan Pendidikan Lingkungan Hidup Indonesia (YPLHI) dan Prabu Peduli Lingkungan mendukung penuh upaya KLH/BPLH untuk menyeret kepala daerah yang masih menerapkan sistem open dumping ke ranah hukum.
“Para pengelola TPA/TPS liar juga harus diseret ke penjara karena telah melakukan kejahatan lingkungan secara nyata dan terang-terangan,” tegasnya.
Bagong menjelaskan bahwa dalam pengelolaan TPA yang paling bertanggung jawab adalah kepala daerah, dan di bawahnya adalah Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Kepala UPTD TPA Burangkeng. “Terutama kepala daerah bisa dipenjarakan ketika penegakan hukum dari KLH/BPLH bersama Mahkamah Agung, Polri dan unsur penegakan hukum lainnya bergerak,” ujarnya.
Lebih lanjut, aktivis lingkungan hidup ini menekankan bahwa surat peringatan dari KLH/BPLH kepada kepala daerah merupakan peringatan keras bahwa penegakan hukum akan ditegakkan untuk menimbulkan efek jera. Dia menambahkan, sejak UU No. 18/2008 diberlakukan, belum ada satu pun kepala daerah yang diseret ke meja hijau.
“Ini semua menunggu ketegasan dan keberanian Menteri LH/BPLH Hanif Faisol Nurofiq, untuk memberi sanksi kepada pengelola TPA open dumping dan menyeret mereka ke meja hijau, termasuk di Kabupaten Bekasi. Kondisi lapangan TPA Burangkeng merupakan fakta hukum yang sangat jelas,” jelas Bagong.
Dia menjelaskan, pengelolaan TPA dengan sistem open dumping sangat jelas melanggar UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP No. 81/2012 dan peraturan perundangan terkait. “Pelanggaran itu terus berlangsung tanpa adanya sanksi dari Pemerintah Pusat. Mestinya, TPA Burangkeng harus ditutup jika tidak diperbaiki pengelolaannya,” ujarnya.
Bagong menambahkan, Warga memiliki hak yang dijamin oleh UUD 1945 dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik, sehat, dan berkelanjutan. Hal ini tertuang dalam Pasal 28H UUD 1945, Pasal 65 UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta UU No. 33/1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia.
Sebelumnya, Direktur Penanganan Sampah KLH/BPLH, Novrizal Tahar, menyatakan bahwa saat ini sekitar 54,44% TPA di Indonesia masih beroperasi dengan sistem open dumping. Sistem ini berisiko mencemari tanah, udara, dan sumber air sekitarnya, serta menimbulkan bau tidak sedap yang membahayakan kesehatan masyarakat. (Supri)