
Tragedi Pesta Demokrasi, Pengamat: Pemerintah Bisa Dituntut Secara Class Action
JAKARTA ,Harnasnews.com – Pelaksanaan pemilu pada 17 April 2019 dinilai menyisahkan tragedi sangat tragis hingga menggugah perasaan kemanusiaan yang mendalam bagi masyarakat dan bangsa ini. Bahkan, tragedi pemilu yang menelan korban jiwa yang mencapai 474 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di sejumlah daerah itu menjadi perhatian dunia internasional.
Pakar Adminiatrasi Publik DR. Bambang Istianto menyatakan, dalam setiap pelaksanaan kebijakan seluruh variabel harus di hitung secara cermat agar dapat dimonitor dan terkendali dengan baik, seperti variabel kemampuan dan kesehatan petugas KPPS dalam kegiatan penghitungan suara pilpres.
Menurut Bambang, berdasarkan pengalaman pemerintah (KPU) dalam melaksanakan hajat demokrasi rakyat, seharusnya lembaga penyelenggara sudah memiliki data yang akurat bahwa beban kerja penghitungan suara sangat tinggi dan merupakan variabel utama dan dominan.
“Jika variabel ini tidak mampu dikendalikan, dipastikan kebijakan pilpres akan gagal,” kata Bambang, di Jakarta, Minggu (5/5).
Pada kenyataannya, lanjut dia, dengan meninggalnya petugas KPPS tersebut, pemerintah kurang mempersiapkan pengaturan jam kerja petugas sesuai kemampuan daya tahan tubuh manusia dalam bekerja menghadapi alat kerja berupa komputer.
“Demikian pula kesiapan tenaga medis dan dengan kelengkapan medis termasuk obat-obatan yang siap 24 jam di tempat perhitungan suara,” katanya.
Dengan demikian, menurut Bambang, implementasi kebijakan teknis beberapa variabel strategis tersebut terabaikan sehingga terjadi tragedi yang mengenaskan.
Dikatakan, peristiwa tersebut memang menurut pandangan masyarakat, pemerintah dianggap acuh karena tindakan pemerintah kurang greget dan responsifitas. Pemerintah, katanya, hanya sekedar verbalitas dan normatif.
“Seharusnya pemerintah bisa melakukan tindakan monumental yang memberikan empati masyarakat terutama terhadap keluarga korban,” ujarnya.
Bambang juga menyampaikan keprihatannya terhadap tragedi meninggalnya petugas KPPS. Oleh karena itu perlu dibentuk Tim Pencari Fakta (TPF) untuk mengungkap kasus tersebut.
Menurutnya, beberapa kalangan banyak yang memberikan dukungan agar bagi korban yang meninggal untuk dicarikan penyebab kematian dalam melaksanakan tugas. Bahkan dengan seijin keluarga perlu dilakukan otopsi terhadap korban yang meninggal.
“Untuk melengkapi keakuratan informasi tragedi tersebut harus dibentuk tim khusus pencari fakta,” kata Bambang.
Dia mengungkapkan, pemilu merupakan instrumen strategis dalam menegakan demokrasi dalam memilih pemimpin. Namun jika penyelenggaraan pemilu berjalan jurdil seperti pemilu tahun 1955, maka pemerintah memiliki kapasitas yang baik dalam mengawal dan menjaga demokrasi.
“Karena itu dengan peristiwa diatas maka tidak hanya menunjukan kegagalan pemerintah dalam melaksanakan kebijakan bidang politik, tapi juga menunjukan kredibiltas pemerintah rendah,” katanya. (Dhr/Grd)