Teddi menjelaskan anggaran pembangunan tugu bukan dari dana Corporate Social Responcibility (CSR) perusahaan, melainkan dari APBD dengan nilai Rp200 juta.
“Wajar soal kritik pembangun itu sudah biasa dan lumrah, kita akan tampung apa yang masih kurang dari tugu itu. Padahal sudah jelas itu kan merupakan ciri khas Cianjur. Artinya menonjolkan kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri,” ujarnya
DPKPP Kabupaten Cianjur menyebutkan, mengenai kearifan lokal biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut. Setelah diteliti dan uji petik, memang tempatnya strategis berlokasi di Kecamatan Pacet.
“Kini pengerjaannya sudah mencapai 95 persen, bila memang ada aspirasi atau keinginan dari masyarakat dirubah akan ditampung dan disampaikan. Misalnya ada beberapa kekurangan dalam isi menyajian tugu, dan hal lainnya. Kenapa karena takut meniru hak cipta itu yang dikhawatirkan,” ucap, Teddi.
Salah satu Karatuan Majelis Adat (MA) Gagang Cikundul, Susane F memaparkan, fakta sejarah, bahwa China tumbuh dan berkembang di Cianjur dan membantu mendongkrak perkonomian. Bukan berarti menghilangkan identitas Cianjur.
“Nah, jadi sepertinya tugu tersebut ingin mengarah kesana mengangkat fakta sejarah bahwa Tionghoa tumbuh dan berkembang di Cianjur, seperti tugu taucho juga itu asal usulnya dari Tionghoa,” pungkasnya.(Andi/Cj/Grd)