
“Itu kan maunya mereka (MK memberlakukan putusan terkait pada Pemilu 2024), sesuai hukum MK sudah melakukan fungsi legislasi yang bukan kewenangan-nya. Pembuat UU adalah DPR bersama Pemerintah, bukan MK,” ujarnya.
Menurut dia, MK hanya berhak menyatakan apakah suatu undang-undang bertentangan dengan konstitusi atau tidak.
“Ketika MK mengambil materi muatan baru yang tidak tercantum dalam materi pokok UU yang sedang diuji, yakni ketentuan baru ‘pernah atau sedang menjawab sebagai kepala daerah’, maka itu mahkamah telah melampaui kewenangan-nya atau ultra petita,” kata dia, dilansir dari antara.
Sebelumnya, Senin (16/10), Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” ucap Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan/ketetapan di Gedung MK RI, Jakarta, Senin.
Mahkamah mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 diajukan oleh perseorangan warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.
Ia memohon syarat pencalonan capres dan cawapres diubah menjadi berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. (sls)