Langkah itu diperlukan agar segera terwujud upaya negara melindungi setiap warga dari ancaman tindak kekerasan seksual.
“Sudah hampir setahun sejak UU TPKS disahkan, efektivitas UU itu untuk menjadi payung perlindungan korban kekerasan seksual belum memadai dalam mencegah sekaligus memutus rantai kekerasan seksual,” kata Lestari saat membuka diskusi daring bertema “Efektivitas UU TPKS Meredam Kekerasan Seksual” di Jakarta, Rabu.
Lestari menilai efektivitas UU TPKS harus diletakkan dalam koridor kemampuan hukum untuk menyelesaikan berbagai persoalan terkait kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia.
Saat ini, menurut dia, meskipun sudah ada UU TPKS, namun belum efektif meredam tindak kekerasan seksual di masyarakat, bahkan masih terjadi tindak kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
“Belum efektifnya UU TPKS saat ini disebabkan belum adanya aturan pelaksanaan, pemahaman aparat hukum terkait UU TPKS masih kurang, dan sejumlah fasilitas penanganan korban juga belum efektif,” ujarnya.
Lestari mengajak para pakar dan masyarakat yang telah memperjuangkan lahirnya UU TPKS, ikut mendorong lahirnya sejumlah aturan turunannya agar UU tersebut bisa segera diaplikasikan.
Dia mengaku prihatin pasca-lahirnya UU TPKS, sejumlah kasus tindak kekerasan seksual malah diselesaikan di luar pengadilan yang berujung damai dan merugikan korban.