JAKARTA, Harnasnews.com – Sikap Menteri Sosial Tri Rismaharini yang sering mengumbar kemarahannya, baik di media maupun ruang publik lainnya, menuai kritik dari sejumlah kalangan. Seperti beberapa hari lalu, sikap emosional Tri Rismaharini yang menuding-nuding warga Gorontalo saat menggelar pertemuan terbuka menyinggung perasaan Gubernur Gorontalo Rusli Habibie.
Bahkan rekaman emosi Menteri Sosial yang berlebihan ini beredar di banyak group media sosial. Rusli Habibie merasa tersinggung oleh emosi berlebihan Tri Rismaharini yang menunjuk-nunjuk warganya saat berkunjung, Kamis (30/9/2021).
Rusli menilai sikap Menteri Sosial ini tidak patut dilakukan. Selain seorang ibu, Risma berpangkat menteri telah memberi contoh buruk bagaimana seorang pejabat negara bersikap.
“Saya saat melihat video itu sangat prihatin. Saya tidak memprediksi seorang menteri, sosial lagi, memperlakukan seperti itu. Itu contoh yang tidak baik,” kata Rusli Habibie kepada sejumlah wartawan, Jumat (1/10/2021). Rusli Habibie mengingatkan Tri Rismaharini untuk menjaga sikap di depan rakyat, terlebih saat berkunjung ke kampung orang.
Sementara itu, Ketua Analisis dan Monitoring Produk Hukum (AMPUH) Provinsi Gorontalo, Fanly Katili mengecam sikap arogansi Tri Risma saat berkunjung ke Gorontalo. Padahal, kata dia, bila mengutip dari kata mutiara bahwa “Ibu adalah sosok yang hingga detik akhirpun selalu menjadi orang yang pertama meredam emosiku” seharusnya menjadi rujukan Mensos dari politisi PDIP itu dalam menghadapi persoalan di tengah masyarakat.
Menurut dia, penunjukan Mensos dari perempuan sudah tepat. Sebab perempuan itu sangat peka dengan persoalan yang terjadi di lapangan. Namun sayang insiden yang terjadi di salah satu restoran yang ada di Gorontalo seolah melunturkan kata-kata mutiara di atas untuk sosok seorang Risma.
Seperti diketahui, rapat yang dihadiri langsung oleh mantan Wali Kota Surabaya itu dengan para pejabat eksekutif maupun legislatif serta para pendamping PKH untuk membahas tentang akurasi data penerima manfaat PKH, tiba-tiba menjadi tidak kondusif dan terkesan gaduh lantaran sikap Risma yang terlalu over dalam merespon kekeliruan salah satu pendamping PKH terkait dengan penyebutan data.
“Harusnya Risma dalam merespon atas kekeliruan salah satu pendamping PKH tidak mesti ditanggapi dengan cara yang tidak terpuji. Meski niat Risma baik, dalam rangka menseriusi perbaikan data yang kini banyak bermasalah di lapangan tapi bila direspon dengan sikap amarah, tentunya bukan mengundang simpati publik, justru sebaliknya, maksyarakat jadi apatis. Karena kesan pencitraannya sangat kental,” kata Fanly dalam ketererangannya, kepada Suarakarya, Senin (04/10/2020).
Pihaknya juga menyayangkan sikap Risma seolah bangga dengan ciri khasnya yang sering mempermalukan pejabat di hadapan khalayak ramai. Terlebih pernayatan itu dilakukan di Gorontalo, sebagai daerah yang terkenal dengan falsafah adat bersendikan sara, sara bersendikan kitabullah.
Mantan Pengurus Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PP IPNU) Periode 2009-2012 dan 2012-2015 ini mengatakan, sedianya kehadiran Risma di Gorontalo dianggap seperti dewanya orang-orang miskin, karena bantuan yang dialurkan Kemensos diharap dapat membatu perekonomian masyarakat terdampak pandemi Covid-19.
Namun sayang dalam menyikapi persoalan yang ada di daerah seperti yang terjadi di Gorontalo kemaren, Risma terkesan kurang mengedepankan etika sebagai pejabat negara sekelas Mentri. Bahkan sikap yang dipertintonkan oleh Mensos tidak mencerminkan jargon Kemensos yang mengedepankan sisi humanis, adaptif, dedikatif, inklusif, dan responsif.