Jakarta,Harnasnews.Com – Kasus sodomi anak kembali terjadi, tepatnya di Tasikmalaya, Jawa Barat. D seorang anak berusia 10 tahun dilaporkan telah melakukan tindak sodomi kepada 6 (enam) orang teman mainnya yang baru berusia 5-9 tahun. Mirisnya pelaku diketahui juga merupakan korban sodomi yang kasusnya terjadi pada Desember 2017 lalu. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise sangat prihatin sekaligus menyayangkan terjadinya kasus ini, beliau meminta untuk fokus memberikan penanganan rehabilitasi pada anak korban sodomi serta meminta agar pelaku yang masih tergolong anak, perlu dibina, didampingi, dan dipulihkan.
“Kasus ini membuktikan secara jelas bahwa anak korban sodomi berpotensi besar menjadi pelaku kasus yang sama kedepannya, untuk itu sangat perlu dilakukan proses pembinaan, pendampingan, dan pemulihan bagi korban maupun pelaku. Kasus ini tidak bisa dilakukan diversi karena syarat dapat dilakukannya diversi adalah bukan merupakan pengulangan tindak pidana dan sanksi hukumannya di atas 7 (tujuh) tahun. Sedangkan dalam hal ini sanksi hukumannya paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun berdasarkan Pasal 82 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
Selain itu, menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dalam hal anak belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional dapat mengusulkan kepada Pengadilan untuk menetapkan agar anak diserahkan kembali kepada orang tua/Wali atau diikutsertakan dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan.” Ungkap Menteri Yohana.
Pelaku D, diketahui kurang mendapat perhatian dan pengawasan dari orang tuanya, ia sering mengamen di Singaparna, Tasikmalaya dan kerap pulang larut malam, pelaku juga gemar menonton video porno di warung internet (warnet), hal inilah yang ikut memicu pelaku nekat merayu hingga berujung melakukan sodomi kepada rekan-rekan sepermainannya. Salah satu korban diketahui masih duduk di bangku PAUD dan mayoritas korban berasal dari satu kampung dan satu sekolah dengan pelaku.
“Saya menyayangkan kurangnya perhatian dan pendampingan terhadap anak pelaku tersebut yang seharusnya orang tua terhadap masalah ini mengawasi pergaulan anak, mengawasi penggunaan sarana informasi yang digunakan anak, dan terhadap korban orang tua perlu memberikan dukungan psikologis, memberikan motivasi agar anak dapat mengatasi permasalahannya, serta mendampingi anak selama dalam proses pemulihan,” tegas Menteri Yohana.
Menteri Yohana mengapresiasi langkah cepat dan sikap responsif yang diberikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) serta Polres Kabupaten Tasikmalaya dalam menangani kasus ini. KemenPPPA akan terus memantau dan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk penanganan masalah ini baik terhadap pelaku maupun korban agar kasus ini dapat diselesaikan dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak.(Dar)