JAKARTA,Harnasnews.com – Akhir akhir ini timbul wacana dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengawasi tayangan di media siaran berbasis internet seperti YouTube hingga Netflix, “Saya sependapat dengan pernyataan ketua KPI, karena isi konten dari Media berbasis internet ini belum ada pengawasan dari pemerintah, apalagi terkait dengan UU penyiaran (konten) dan UU Keamanan siber dan pertahanan negara (cyber security)”, ujar Pengamat Militer Wibisono menanggapi pertanyaan awak media di jakarta (13/8/2019).
Menurut Ketua KPI Agung Suprio mengatakan, rencana ini tidak muncul begitu saja, namun karena adanya pengaduan ke lembaga yang dipimpinnya. “Kami mendapatkan pengaduan masyarakat soal media baru ini,” kata Agung saat dihubungi di Jakarta, Sabtu,(10/8/2019).
Pengaduan yang masuk, kata Agung, menyangkut banyak hal seperti perlindungan anak, pornografi, hingga kekerasan. Sehingga, KPI pun berinisiatif untuk mulai mengawasi tayangan di media-media tersebut.
Konten yang akan diawasi oleh KPI juga hanyalah media baru yang bersiaran, tidak semua media sosial. “Yang paling clear: YouTube dan Netflix,” kata dia.
Wibisono yang juga Pembina LPKAN ( Lembaga Pengawas Kinerja Aparatur Negara) menambahkan KPI perlu payung hukum atau regulasi baru, dari kegiatan pengawasan saat ini adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Namun dalam pasal 1 UU tersebut disebutkan bahwa, “penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.”, ungkapnya
Dalam tafsir hukum UU penyiaran inilah KPI harus membahas soal perbedaan pandangan hukum ini. Di sisi lain, merujuk pada kegiatan Dewan Pers yang melakukan verifikasi terhadap media online.
Dewan Pers juga memanfaatkan istilah media lainnya untuk mengawasi media online. “Jadi ini kan sudah ada preseden yang sudah diterapkan pada UU Pers,” kata wibi.
Selain itu, Agung mengatakan bahwa pengawasan semacam ini juga merujuk pada Australia yang sudah menerbitkan regulasi media sosial sejak awal 2019. Regulasi ini muncul sebagai buntut dari aksi penembakan yang dilakukan Brenton Tarant di Selandia Baru dan ditayangkan secara live di Facebook, sekitar Maret 2019.
Disamping UU Penyiaran, perlu juga dikaitkan dengan UU ITE dan UU Kemananan siber (cyber security) yang sekarang lagi di godok oleh DPR untuk pengesahannya, karena konten Youtube juga sering mengandung unsur “Proxy War” yang sangat berbahaya untuk pertahanan Bangsa Indonesia, kita berkaca dengan China yang memproteksi rakyatnya terhadap layanan media berbasis internet seperti Youtube,Facebook dan Whatshap,demi keamanan negaranya, pungkas Wibisono.(Adi.S)