Pengelola bank sampah dan masyarakat akan langsung bertransaksi dengan pelapak secara cepat sehingga tidak dibutuhkan gudang khusus untuk menampung sampah.
“Tinggal mengumpulkan warga dan pelapak di tempat dan waktu yang sudah disepakati lalu melakukan transaksi,” katanya.
Sedangkan untuk sampah organik, DLH Kota Yogyakarta juga sudah memiliki rumah kompos. Pupuk yang dihasilkan tidak dijual secara komersial tetapi diberikan secara gratis kepada warga.
“Syaratnya, warga membentuk kelompok untuk bisa mengakses kompos. Tujuannya, supaya warga gemar menanam dan menjadikan Yogyakarta asri,” katanya.
Selain mematok target pengurangan sampah 30 persen pada 2025, sesuai peraturan wali kota, pemerintah kota menargetkan bisa menangani 70 persen hingga 2025.
Suyana berharap, kesadaran masyarakat untuk mengelola dan memilah sampah sejak dari rumah tangga semakin tumbuh, terlebih sudah terjadi beberapa kali permasalahan dengan tidak beroperasinya TPSA Piyungan sehingga DLH Kota Yogyakarta kesulitan membuang sampah. Volume rata-rata sampah yang dibuang ke TPSA Piyungan mencapai sekitar 250 ton per hari. (Red)